Rabu 19 Jun 2019 13:34 WIB

AKR tak Lagi Jual Solar Subsidi Sejak Mei 2019

Produk solar yang dijual AKR adalah yang mengandung 20 persen minyak sawit atau B20.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
BPH Migas Meresmikan SPBU Batang tarang milik PT AKR Corporindo di Kecamatan Batang Tarang, Kabupaten Sanggau, Kalbar.
Foto: Republika/Intan Pratiwi
BPH Migas Meresmikan SPBU Batang tarang milik PT AKR Corporindo di Kecamatan Batang Tarang, Kabupaten Sanggau, Kalbar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) ternyata sejak 12 Mei 2019 sudah tidak lagi menjual solar bersubsidi. Perusahaan bahkan mengambil keputusan untuk menunda pendistribusian solar bersubsidi sepanjang tahun ini.

Direktur Bahan Bakar Minyak BPH Migas Patuan Alfon Simanjuntak menjelaskan belum ada alasan pasti mengapa pihak AKR memutuskan untuk tidak mendistribusikan solar lagi. Hanya saja, dari kabar yang beredar formula harga BBM yang baru baru saja diubah sama pemerintah dinilai perusahaan kurang pas.

Baca Juga

"Memang ada penghentian sementara. Namun memang alasannya jelasnya mungkin tanya ke perusahaan saja. Saat ini Kementerian ESDM sedang menganalisis keputusan mereka," ujar Alfon di Kementerian ESDM, Rabu (19/6).

Ia juga menjelaskan jika usulan dari pemerintah sendiri meminta agar perusahaan tetap bisa menjual solar tersebut. Ia menjelaskan sebab Solar karena masuk dalam Jenis BBM Tertentu (JBT) yang merupakan penugasan dan disubsidi pemerintah, sama seperti yang dijual oleh PT Pertamina (Persero).

"Kementerian esdm yang jelas mengarahkan agar pendistribusian BBM ini tetap berjalan," ujar Alfon.

Adapun sidang komite yang harusnya dilakukan BPH Migas untuk mencari solusi atas masalah ini, Alfon mengungkapkan bakal ditangani oleh Jonan dengan arahan diminta jual Solar kembali.

Alfon menyebut jika produk solar yang dijual AKR adalah yang mengandung 20 persen minyak sawit alias B20. Namun, Alfon enggan menuturkan apakah AKR akan dikenakan denda atau tidak, sebab berdasarkan aturan, bagi badan usaha yang enggan menjual B20 bakal dikenakan sanksi atau denda per liternya.

"Itu bukan di saya karena kami kan (urus) distribusinya saja. Itu kalau tidak di EBTKE, ke Ditjen Migas," tutup Alfon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement