Rabu 12 Jun 2019 16:05 WIB

Pengamat : Target Tax Ratio Pemerintah Realistis

Realisasi tax ratio 2018 sebesar 11,4 persen

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pajak/ilustrasi
Foto: Pajak.go.id
Pajak/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan target tax ratio sebesar 12,4 persen pada 2020. Nilai tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi tax ratio 2018 sebesar 11,4 persen dan target pada tahun ini, 12,2 persen. 

Pengamat Pengamat Perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam, menilai, target tax ratio tersebut merupakan nilai realistis. Hal ini mengingat bahwa Indonesia termasuk negara berpendapatan menengah yang umumnya memiliki tax ratio di atas 14 persen. "Tax ratio sebesar 10 hingga 11 persen justru umumnya dijumpai di negara-negara berpendapatan rendah," ujarnya ketika dihubungi Republika, Rabu (12/6).

Baca Juga

Darussalam mengatakan, potensi pajak Indonesia juga diperkirakan masih besar apabila merujuk pada studi World Bank (2013) tentang tax effort. Studi itu memperlihatkan, realisasi penerimaan pajak Indonesia diestimasi masih kurang dari 50 persen dari potensinya.

Namun demikian, Darussalam mengatakan, persoalan saat ini adalah bagaimana mengatasi berbagai masalah yang membuat lesu penerimaan. Pertama, tingginya shadow economy atau aktivitas ekonomi yang tidak tercatat dan tidak terdeteksi oleh pemerintah. 

Kedua, struktur penerimaan yang saat ini masih tergantung oleh PPh Badan dan di saat bersamaan blm bisa mengoptimalkan PPh Orang Pribadi. "Selain itu, ketergantungan atas sektor komoditas juga berisiko," tutur Darussalam. 

Ketiga, Darussalam mengatakan, adanya penggerusan basis pajak, penghindaran pajak, dan sebagainya. Apalagi di era digitalisasi dan globalisasi.

Keempat, banyaknya insentif atau keringanan pajak  seperti pembebasan, pengecualian dan, tax holiday yang mengakibatkan porsi tax expenditure yang meningkat. Kelima, kurangnya kepastian dalam sistem pajak yang mengakibatkan adanya sengketa dan biaya kepatuhan yang tinggi. Kondisi ini pada akhirnya juga menurunkan kepatuhan. 

Permasalahan keenam, belum terbentuknya masyarakat yang melek pajak. Ketujuh, minimnya data dan informasi serta teknologi pengolahannya yang membuat pengawasan kepatuhan berbasis compliance risk management menjadi sulit dilakukan. "Terakhir, kelembagaan otoritas pajak yang belum semi-independen," ujar Darussalam. 

Seluruh hal tersebut dapat diatasi melalui reformasi pajak secara menyeluruh yang turut menyentuh perubahan UU di bidang perpajakan dalam lima agenda reformasi. Yakni, organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, dan peraturan pajak

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan, angka 12,4 persen merupakan target moderat untuk kondisi ekonomi Indonesia saat ini. "Untuk skenario paling optimistis, target yang ditetapkan 13,7 persen," ujarnya dalam rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/6). 

Tax ratio atau rasio pajak merupakan perbandingan penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Rasio pajak kerap digunakan sebagai indikator untuk menilai penerimaan pajak suatu negara.  

Sri menuturkan, pemerintah sudah memiliki berbagai upaya untuk mencapai target tersebut. Di antaranya, meningkatkan kepatuhan dan jumlah wajib pajak, penegakan hukum hingga mekanisme perpajakan yang mudah bagi masyarakat. Hal ini dilakukan guna memaksimalkan penerimaan pajak yang sebelumnya masih shortfall.

Sri optimistis, target tersebut dapat tercapai. Tapi, semuanya tergantung kepada kemampuan pemerintah dalam dua hal. "Menjaga reformasi perpajakan dan intensitas kemampuan melakukan collection," ucapnya. 

Salah satu reformasi pajak yang akan terus dilakukan adalah memperbaiki layanan. Upaya ini mampu menjadi insentif bagi wajib pajak untuk patuh secara sukarela. Seiring dengan upaya tersebut, pemerintah baru mengambil langkah penegakan hukum. 

Menurut data Kemenkeu, pemerintah menargetkan target tax ratio pada 2020 sebesar 11,8 persen hingga 12,4 persen. Sementara itu, pada 2021, targetnya antara 11,9 persen sampai 12,6 persen dan kisaran 12,1 persen sampai 13 persen pada 2022. Pada 2023, sekitar 12,3 persen-13,3 persen dan pada 2024 berada pada rentang 12,5 persen-13,7 persen.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement