REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) berharap Peraturan Pemerintah mengenai Jaminan Produk Halal (PP JPH) dapat lebih responsif dan tak rumit. Sebab, selama ini pelaku industri makanan dan minuman (mamin) merasa kesulitan dalam mengurus sertifikasi halal.
Sebagaimana diketahui, PP JPH tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019 tentang peraturan pelaksanaan Undang Undang Nomor 33 tahun 2014 mengenai jaminan produk halal. Beleid tersebut disahkan dan ditandatangani langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 29 April 2019.
Wakil Ketua Umum Gapmmi Rachmat Hidayat mengatakan, peraturan baru untuk aturan halal diharapkan tidak lebih sulit daripada prosedur sertifikasi pengajuan halal yang berlaku saat ini. “Kami ingin aturan yang baru ini tidak lebih rumit, responsif, dan kalau bisa lebih terjangkau secara biaya,” kata Rachmat saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (17/5) malam.
Saat ini, kata dia, pihaknya masih terus mengajukan aspirasi kepada pemerintah yang sampai saat ini masih melakukan proses perancangan pelaksanaan melalui aturan yang juga akan dikeluarkan Kementerian Agama (Kemenag). Dia berharap, aturan yang baru dapat lebih baik dari aturan yang sebelumnya.
Dia menyebut, sejauh ini mayoritas industri kecil mamin belum melakukan sertifikasi halal sebab tingginya biaya yang dipatok pemerintah. Padahal, kata dia, industri kecil mamin membutuhkan branding dari legalitas kehalalan tersebut meski aspek-aspek kehalalan sudah mereka terapkan.
“Seperti industri bakso, mereka butuh branding halal. Ingin urus sebenarnya, tapi mahal,” kata dia.
Sebagai informasi, secara garis besar PP JPH berisi antara lain tentang kerja sama pemerintah melalui Kementerian dan Lembaga, kerja sama internasional, Majelis Ulama Indonesia (MUI), tata cara registrasi dan sertifikasi halal, serta lembaga pemeriksa halal dan auditor halal.