Jumat 17 May 2019 18:17 WIB

Defisit Migas Membengkak, ESDM Akui Volume Impor Meningkat

Wakil Menteri ESDM menyatakan kenaikan impor bukan dalam bentuk crude.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar (kanan) bersama Dirjen Migas Djoko Siswanto (kiri) menyampaikan pemaparan tentang Lelang WK Migas Tahap I Tahun 2019, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (7/5/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar (kanan) bersama Dirjen Migas Djoko Siswanto (kiri) menyampaikan pemaparan tentang Lelang WK Migas Tahap I Tahun 2019, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (7/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui terdapat kenaikan volume impor bahan bakar minyak (BBM) pada April 2019. Hal itu menjadi penyebab utama membengkaknya defisit perdagangan minyak dan gas nasional sepanjang bulan April 2019.

Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, mengatakan, volume impor BBM sepanjang April 2019 mengalami kenaikan untuk mengamankan kebutuhan nasional saat Ramadhan dan Lebaran. Adapun impor crude atau minyak mentah, ia mengklaim telah berkurang karena PT Pertamina (Persero) memaksimalkan produksi minyak mentah dari perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Baca Juga

“Pada bulan April ada kenaikan volume impor, iya. Tapi BBM bukan crude. Impor crude kita berkurang,” kata Arcandra kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Jumat (17/5).

Menurut dia, dibanding tahun lalu, kenaikan volume impor BBM relatif sama. Baik impor BBM oktan 88 atau Premium maupun BBM dengan research octane number (RON) 92 atau Pertamax Series. Namun, Arcandra memaparkan, kendati kenaikan volume impor tidak berbeda jauh dari tahun lalu, terjadi kenaikan harga minyak dunia sehingga defisit perdagangan menjadi melebar.

“Selain kenaikan volume impor, harga BBM juga naik sehingga menghasilkan nilai impor yang lebih tinggi. Harga minuak diluar kendali kita. Tidak bisa dikendalikan. Maka naiklah defisit neraca perdagangan,” jelas Arcandra.

Menurut Kementerian ESDM, penggunaan BBM untuk kendaraan bermotor juga mengalami peningkatan seiring beroperasionalnya proyek-proyek jalan tol yang telah rampung. Tingginya biaya tiket pesawat saat ini, mendorong sebagian masyarakat untuk memanfaatkan transportasi jalur darat.

“Jalan tol kita sekarang mulai dipenuhi kendaraan. Ada perilaku konsumen yang beralih dari jasa udara ke tol. Apalagi di Bulan Ramadhan ini diperkirakan pemudik banyak lewat jalan tol,” kata dia.

Arcandra mengatakan, pada Mei ini diperkirakan volume impor BBM akan turun karena kebutuhan pasokan BBM telah disiapkan sejak bulan lalu. Saat ini, ia menyatakan, ketahanan impor BBM dijaga sekitar 20 hari. Karena itu, ia berharap penurunan volume produksi dapat membantu defisit neraca migas. Hanya saja, terkait harga impor, tetap diluar kendali pemerintah.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, impor migas sepanjang April 2019 mencapai 2,24 miliar dolar AS, naik dibanding nilai impor pada April 2018 sebesar 2,33 miliar dolar AS. Adapun dibanding Maret 2019, impor migas melonjak 46,99 persen dari sebelumnya 1,52 miliar dolar AS.

Secara kumulatif, pada periode Januari-April 2019, neraca perdagangan migas mencatatkan defisit hingga 2,7 miliar dolar AS. Lebih detail, defisit minyak mentah sebesar 1,09 miliar dolar AS, defisit hasil minyak 4,11 miliar dolar AS, adapun gas mencatatkan surplus 2,4 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement