REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, pemerintah sudah berupaya menyelesaikan kerumitan perizinan yang beberapa kali dikeluhkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pihaknya sudah menyederhanakan proses perizinan secara besar-besaran, kecuali di sektor pertambangan dan keuangan, melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Tapi, Darmin mengatakan, masih ada tiga tantangan yang dihadapi dalam perizinan. Pertama, rencana detail tata ruang (RDTR) yang baru dimiliki 50 kabupaten/ kota dari total 154 kabupaten/kota di Indonesia.
"Dari total tersebut, baru 10 di antaranya yang sudah menggunakan peta digital," ujarnya saat acara Forum Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2019 di Jakarta, Kamis (9/5).
Menurut Darmin, perizinan lokasi sangat erat kaitannya dengan kebutuhan Indonesia atas RDTR dari bupati dan/atau walikota. Sementara itu, kalau tidak ada RDTR, izin lokasi tidak dapat diberikan. Dampaknya, proses penunjukan lahan dan verifikasi penggunaan lahan terpaksa harus dilakukan offline.
Dalam sistem offline, Darmin menjelaskan, mekanismenya adalah pemerintah daerah (pemda) harus menyurati Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) untuk mendapatkan rekomendasi. Proses ini dapat memakan waktu lama. "Entah apa alasannya," ucapnya.
Apabila RDTR sudah dibuat dan terdigitalisasi, maka peta tiap daerah dapat terlihat dengan mudah dalam proses OSS. Dampaknya, pemda, pemerintah pusat dan calon investor dapat koordinasi secara langsung ketika ada calon investor.
Tantangan lain adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) sebagai operator komputer OSS untuk memudahkan proses input data.
Darmin menambahkan, soal konflik pertanahan juga akan diselesaikan bersama oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian ATR. Apabila semuanya sudah selesai, ia optimistis, keluhan Presiden Jokowi mengenai investasi dapat diselesaikan.
Sebelumnya, Jokowi menyampaikan, calon investor kini ‘terengah-tengah’ saat ingin menanamkan modal di Indonesia. Sebab, mereka harus menyediakan 259 izin yang tidak mungkin selesai dalam tiga tahun. Dampaknya, pertumbuhan investasi cenderung stagnan.
Kondisi tersebut membuat neraca dagang dan transaksi berjalan mengalami defisit. Artinya, dibutuhkan investasi berorientasi terhadap ekspor dan investasi berorientasi substitusi impor. "Apabila ada investor terkait dua poin itu, langsung berikan izin," ujar Jokowi.
Jokowi optimistis, apabila permasalahan perizinan dapat diselesaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh positif. Jangka panjangnya, Indonesia dapat keluar dari middle income trap atau jebakan kelas menengah.