REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengatakan, penerapan pajak usaha jasa titip (jastip) sah-sah saja dilakukan asal tidak melanggar hak-hak konsumen. Menurut dia, peraturan penerapan pajak jastip harus selaras dengan peraturan Bea Cukai mengenai barang-barang apa saja yang masuk ke daftar pengenaan bea masuk.
Sularsi menyatakan, secara fungsional penerapan pajak tersebut sudah cukup relevan untuk menertibkan usaha jastip. Hal itu perlu dilakukan, kata dia, agar tidak merusak hak-hak produsen barang dan persaingan usaha yang menaati ketentuan pajak. Kendati begitu, pemerintah perlu memerinci barang-barang apa saja yang masuk dan digunakan untuk konsumsi pribadi ke dalam negeri maupun sebaliknya.
“Jadi harus ada pengaturan, mana yang terlihatnya untuk konsumsi, dan mana yang untuk diperdagangkan. Bisa dilihat misalnya dari batasan tertentu konsumsinya,” kata Sularsi saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (5/5).
Diketahui, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menertibkan usaha jastip pada pekan ini. Adapun pajak barang impor dari jastip terdiri atas pajak pertambahan nilai (PPn) sebesar 10 persen, pajak penghasilan (PPh) sebesar 10 persen, dan bea masuk sebesar 7,5 persen. Rata-rata barang tersebut dikenakan pajak sekitar 25-27 persen.
Dia menambahkan, penerapan aturan tersebut penting dilaksanakan baik untuk sisi perlindungan terhadap konsumen maupun pelaku usaha yang memang memproduksi barang-barang tertentu yang cenderung branded. Sehingga, kata dia, nantinya akan tercipta persaingan usaha yang sehat dengan proteksi yang baik juga terhadap konsumen.
Salah satu pelaku usaha jastip dari HelloBly, Nita Widodo, mengatakan siap menjalankan penerapan aturan tersebut asal dapat memberikan kontribusi yang baik bagi negara. Menurut dia, pajak merupakan kewajiban setiap warga negara, tak terkecuali bagi para pelaku usaha jastip.
“Sebagai penyedia platform bertemunya jastip dengan penitip, kami imbau ke teman-teman di komunitas untuk taat pada peraturan pajak dan bea masuk,” kata Nita.
Upaya lainnya yang dilakukan agar para anggota komunitas dapat menjalankan kewajiban pajaknya, kata Nita, beberapa waktu lalu pihaknya mempertemukan pelaku jastip dan penitip ke Ditjen DJBC Kemenkeu untuk mendapatkan penjelasan langsung tentang aturan yang berkaitan dengan usaha jastip.
Dia menambahkan, pihaknya mendukung profesi jastip sebagai sektor usaha yang dapat dijalankan dengan aman dan nyaman serta patuh terhadap aturan yang berlaku. Untuk itu, dia menyatakan, sejauh tidak keluar dari batasan hukum baku dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi negara, pihaknya mendukung penerapan pajak tersebut.