REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai pelemahan rupiah dalam sepekan terakhir dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menyampaikan sentimen risk off masih mewarnai pasar keuangan global.
"Sentimen risk off memicu pelemahan indeks saham global diikuti penguatan tajam nilai tukar dolar AS naik ke level tertinggi sejak Mei 2017," kata dia di kompleks BI, Kamis (2/5).
Rilis data ekonomi negara maju memperkuat kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi dan turunnya inflasi AS. Selain itu karena berlanjutnya pelemahan nilai tukar peso Argentina dan lira Turki.
Onny menambahkan BI berkomitmen untuk menjaga stabilitas eksternal agar dana asing bisa masuk. Instrumen keuangan dalam negeri dijaga agar tetap menarik bagi investor.
Pelemahan rupiah diproyeksi akan tetap terjadi sekitar bulan April-Juni karena kebutuhan dolar AS yang tinggi. Onny mengatakan pada bulan-bulan tersebut adalah musimnya korporasi bagi dividen, bunga, bayaran pokok dan lain-lain.
"Namun BI menempuh sejumlah langkah untuk menjaga pasokan dolar AS agar terkendali," kata dia.
Pelemahan rupiah pada bulan-bulan tersebut musiman terjadi. Sama seperti inflasi yang diproyeksikan naik saat bulan-bulan menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Menurut JISDOR, nilai tukar rupiah per 2 Mei yakni Rp 14.245 per dolar AS. Level tersebut melemah 133 bps dari posisi sekitar sepekan lalu pada 24 April di posisi Rp 14.112.