Rabu 01 May 2019 07:29 WIB

Bea Cukai: Usaha Jasa Titip Harus Bayar Pajak

Brang usaha jasa titip rata-rata dikenakan pajak sekitar 25-27 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ani Nursalikah
 Baliho imbauan membayar pajak dipajang di JPO Gambir, Jakarta. (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Baliho imbauan membayar pajak dipajang di JPO Gambir, Jakarta. (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menyatakan usaha jastip memiliki kewajiban perpajakan. “Usaha jastip kita tertibkan. Kita arahkan supaya dia impor secara resmi dengan dokumen yang ditetapkan. Jadi, tidak boleh ke luar negeri untuk wisata tapi ternyata berdagang (jastip),” kata Heru kepada wartawan di Kantor DJBC, Jakarta Timur, Selasa (30/4).

Heru mengatakan, bukan berarti bisnis jastip dilarang negara. Namun, bisnis jastip wajib melalui prosedur yang benar. Ia menyatakan, DJBC akan memfasilitas para pelaku usaha jastip dengan dokumen yang benar.

Baca Juga

Dengan dokumen resmi, pelaku usaha jastip dipastikan tidak akan menemui masalah ketika kembali ke Indonesia dengan bawaan barang dagangannya. Lewat dokumen tersebut, kewajiban perpajakan dari barang-barang dibeli konsumen melalui usaha jastip itu dapat dilakukan.

“Ada aturannya sudah lengkap. Namanya Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK). Jadi dia bukan lewat kontainer. Jadi kita imbau mereka melapor daripada nanti ditangkap,” ujarnya.

Adapun besaran pajaknya, Heru mengatakan, pajak barang impor dari jasa titip terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, Pajak Penghasilan (PPh) 10 persen, dan bea masuk 7,5 persen. Barang tersebut rata-rata dikenakan pajak sekitar 25-27 persen.

Heru pun menegaskan, jika usaha jastip tidak memenuhi kewajiban sesuai aturan yang berlaku, maka secara langsung akan merugikan negara. Sebab, barang tersebut tidak memenuhi kewajiban atas pungutan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement