REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pertemuan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN Sectoral Working Group on Livestock (ASWGL) ke-27) di Bali pada Sabtu (26/4) membicarakan wabah African Swine Fever (ASF) yang dikhawatirkan menyebar luas. Tema itu menjadi isu hangat karena menjadi perhatian banyak negara.
ASF menjadi salah satu pembahasan penting dalam pertemuan ASEAN Sectoral Working Group on Livestock. “Tidak hanya menjadi pembahasan antar anggota negara ASEAN, namun juga melibatkan mitra kerja ASEAN yakni Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE)”, ujar Direktur Kesehatan Hewan Kementan Fadjar Sumping Tjatur Rasa, beberapa waktu lalu.
Pertemuan ASWGL merupakan wadah bagi 10 negara anggota ASEAN dalam membahas berbagai permasalahan di bidang peternakan dan kesehatan hewan. ASWGL diselenggarakan oleh negara anggota ASEAN secara bergilir setiap tahun. Tuan rumah penyelenggara akan menjadi pimpinan ASWGL dan seluruh kegiatan selama tahun berjalan. Pada tahun 2019 ini, Indonesia mendapat giliran menjadi pimpinan ASWGL dan menjadi tuan rumah pertemuan ASWGL ke-27.
Lebih lanjut Fadjar juga menyampaikan bahwa ASF saat ini telah menyebar di Mongolia, Cina dan 2 negara anggota ASEAN, yakni Vietnam dan Cambodia. ASF merupakan penyakit hewan yang bersifat lintas batas, sehingga penyebarannya perlu diwaspadai oleh negara-negara disekitar wilayah yang tertular.
"Indonesia perlu waspada, risiko masuknya ASF ke Indonesia bisa melalui terbawanya virus pada produk-produk makanan yang mengandung babi yang dibawa oleh turis China dan juga sisa makanan dari kapal atau pesawat terbang ke wilayah Indonesia, khususnya yang mempunyai populasi babi tinggi seperti Bali dan Manado" tambah Fadjar.
Pada pertemuan ASWGL ketersebut, FAO menyampaikan komitmennya untuk memberikan dukungannya terhadap kesiapsiagaan dan respons darurat untuk ASF di wilayah Asia Tenggara. Indonesia akan memperketat penyidikan dan pengawasan penyakit hewan untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran ASF masuk ke wilayah Indonesia. Laboratorium yang ada sudah siap untuk pelaksanaan deteksi penyakit ini.
Peternak harus menghindari pemberian pakan babi yang bersumber dari sisa-sisa makanan (swill feed) yang tidak diolah/dipanaskan lebih lanjut. Di samping itu, di antara berbagai hal yg dibahas pada pertemuan ASWGL ke-27 juga perkembangan persiapan ASEAN Economic Community di bidang peternakan. Yakni penyusunan ASEAN Good Animal Husbandry Practices (GAHP) untuk sapi potong dan kerbau, sapi perah, kambing dan domba, serta itik.
“Indonesia sebagai lead country dalam penyusunan ASEAN GAHP kambing dan domba. Sebelumnya Indonesia juga menjadi lead country penyusunan ASEAN GAHP broiler dan layer yang telah di endorse oleh ASEAN”, imbuh Fadjar.
Terkait penyusunan pedoman ASEAN GAHP terhadap komoditi peternakan tersebut, Fadjar menjelaskan bahwa Indonesia perlu mempersiapkan diri dengan melakukan pembinaan terhadap para peternak di Indonesia agar dapat memenuhi standar yang ditetapkan dalam ASEAN GAHP. Apabila Indonesia dapat melaksanakan standar ASEAN bahkan melampauinya, maka akan meningkatkan peluang ekspor ternak dan produknya ke negara anggota ASEAN.
"Pada pertemuan ASWGL ke 27 tersebut, juga disepakati bahwa Indonesia menjadi Co-reference Laboratorium Avian Influenza, dan menjadi koordinator ASEAN Animal Health Cooperation Website" ujarnya.