Sabtu 27 Apr 2019 10:20 WIB

Kementan Terbitkan Peta Okupasi Tenaga Kerja Pertanian

Peta okupansi membantu pengembangan tenaga kerja Pertanian.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Kementerian Pertanian meluncurkan Peta Okupasi untuk sektor pertanian di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (26/4) malam. Peta Okupasi tersebut akan digunakan sebagai dasar kurikullum dunia pendidikan yang selaras dengan kebutuhan dunia usaha dan industri sektor pertanian agar tenaga kerja pertanian di Indonesia dapat terserap.
Foto: Republika/Dedy Darmawan Nasution
Kementerian Pertanian meluncurkan Peta Okupasi untuk sektor pertanian di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (26/4) malam. Peta Okupasi tersebut akan digunakan sebagai dasar kurikullum dunia pendidikan yang selaras dengan kebutuhan dunia usaha dan industri sektor pertanian agar tenaga kerja pertanian di Indonesia dapat terserap.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menerbitkan peta okupasi sebagai dasar kualifikasi tenaga kerja sektor pertanian di Indonesia. Peta tersebut sekaligus bakal menjadi dasar kurrikullum pendidikan bidang ilmu pertanian agar para calon tenaga kerja dapat terserap di pasar tenaga kerja.

Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementan, Prihasto Setyanto, mengatakan, seiring peningkatan daya saing dan produktivitas sumber daya manusia, upaya peningkatan kompetensi dan penyetaraan kaulifikasi tenaga kerja Indonesia harus terus dibenahi.

Karena itu, peta okupasi perlu disusun untuk memetakan jenis-jenis okupasi yang ada di berbagai sektor pertanian sebagai arah menciptakan tenaga kerja pertanian yang profesional, kompeten, dan berdaya saing. “Tenaga kerja sektor pertanian tahun 2018 jumlahnya 38,7 juta jiwa atau 30 persen dari total seluruh tenaga kerja di Indonesia. Tapi, secara umum jumlahnya turun dari sebelumny sebanyak 39,7 juta jiwa. Ini karena profesi sektor pertanian dianggap belum menjanjikan. Pencari kerja bingung, akan kemana dan jadi apa nantinya,” kata Prihasto dalam Peluncuran Peta Okupasi Sektor Pertanian di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (26/4) malam.

Sementara itu, dilema juga dirasakan oleh para pelaku usaha sektor pertanian yang kebingungan untuk menentukan tenaga kerja seperti apa yang dibutuhkan perusahaannya dengan melihat ketersediaan tenaga kerja di Indonesia. 

Lebih lanjut, Prihasto mengakui, penyusunan sertifikasi, kualifikasi, hingga level kompetensi untuk pengembangan tenaga kerja saat ini terkesan kurang baik. Hal itu dikarenakan belum adanya peta okupasi yang disusun secara baku sebagai acuan pengembangan kualitas tenaga kerja.

Oleh sebab itu, salah satu luaran dari Peta Okupasi Pertanian yakni untuk memperbaiki sistem sertifikasi tenaga kerja yang nantinya akan langsung terhubung dengan dunia usaha dan industri dalam negeri. “Artinya, peta ini berguna untuk link and match antara dunia pendidikan dan industri. Ini bisa dijadikan basis kurikullum pendidikan sesuai yang dibutuhkan dunia usaha dan industri saat ini,” kata Prihasto.

Ia menjelaskan, Peta Okupasi disusun sejak September 2018 melalui tiga kali workshop yang diikuti oleh seluruh perwakilan lingkup Kementerian Pertanian serta perwakilan dunia usaha dan industri pertanian. Kementerian Pertanian juga menjadi kementerian ketiga yang menerbitkan Peta Okupasi.

Adapun kualifikasi tenaga kerja pertanian yang ditetapkan dalam peta tersebut yakni terdiri dari 14 bidang dengan total 449 jabatan. Dimulai dari bidang pengelolaan sumber daya lahan, hewan dan tumbuhan, ketahanan dan mutu pangan, penyuluh pertanian, hingga agribisnis.

Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Mulyanto, mengatakan, Peta Okupasi membantu untuk menjaga keseimbangan antara ketersediaan sumber daya manusia berkualitas dan kebutuhan pasar ternaga kerja. “Setelah ada peta ini kita akan melakukan suatu gerakan yang cepat karena ini akan berdampak pada daya saing produk nasional,” katanya.

Mulyanto menuturkan, secara umum masyarakat luas saat ini masih menganggap bahwa program pendidikan dan latihan kerja belum begitu sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Hal itu, menjadi tantangan yang amat besar bagi pemerintah untuk melakukan sinkronisasi.

Ia berharap, setelah Peta Okupasi diikuti dan diterapkan secara penuh oleh lembaga pendidikan serta dunia usaha dan industri, diharapkan mereka yang menempuh bidang ilmu pertanian dapat diserap di pasar tenaga kerja.

“Adanya acuan ini menjadi lebih jelas karena kemasan kompetensi sertifikasi akan dikait dengan Peta Okupasi. Karena itu, ini akan menjadi acuan skema sertifikasi tenaga kerja," ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement