Senin 22 Apr 2019 18:52 WIB

Pemilu Damai Suportif Bagi Pasar Obligasi

Ketidakpastian politik akibat pemilu bisa mengganggu masuknya investor.

Pekerja melintasi layar monitor bursa saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (16/4/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Pekerja melintasi layar monitor bursa saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (16/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan manajemen investasi PT Manulife Aset Manajemen Indonesia menilai, pemilu yang berlangsung damai dan kondusif diiringi dengan hasil yang tidak mengejutkan pasar akan suportif bagi pasar obligasi. Pasar yang suportif akan menyokong perkembangan perekonomian Indonesia.

"Hilangnya ketidakpastian politik dapat mendorong dana masuk baik dari investor domestik maupun global," kata Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (22/4).

Baca Juga

Pesta demokrasi Indonesia telah dilaksanakan pada 17 April 2019 dan hasil hitung cepat (quick count) mencatat kemenangan untuk pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin. Pasangan 01 unggul dengan kisaran kemenangan mencapai 53 persen-56 persen atas pasangan calon nomor urut 02 yaitu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Terkait obligasi sendiri, katanya, sejauh ini target obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun masih berada di kisaran 7 persen hingga 7,5 persen. "Target ini masih bisa direvisi turun jika Bank Indonesia melakukan pemangkasan suku bunga," ujar Ezra.

Di luar perkiraan, menjelang akhir Maret 2019, The Fed mengubah narasi proyeksi suku bunga dari sebelumnya moneter ketat atau "hawkish" menjadi cenderung longgar atau "dovish". Ezra menilai dampak perubahan tersebut terhadap obligasi Indonesia positif dan memberikan kesempatan bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan.

"Kondisi ini membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk melakukan pemangkasan suku bunga lebih cepat dibandingkan perkiraan. Selama data-data ekonomi dalam negeri seperti inflasi, defisit neraca berjalan, serta nilai tukar rupiah cenderung stabil dan suportif," ujar Ezra.

Saat ini ekspektasi pemangkasan suku bunga BI sudah tercermin pada pergerakan imbal hasil obligasi tenor pendek yang membentuk pola "bull steepening". Yaitu di mana imbal hasil obligasi tenor pendek turun lebih cepat dibandingkan tenor panjang. Sehingga membuat selisih imbal hasil obligasi tenor pendek dan panjang kembali ternormalisasi ke kisaran 50 basis poin dari sebelumnya yang sempat ketat di kisaran 10 basis poin.

Jika BI melakukan pemangkasan suku bunga, akan menguntungkan baik bagi obligasi bertenor pendek maupun panjang. "Obligasi tenor pendek yang cenderung lebih sensitif terhadap perubahan suku bunga, akan bergerak lebih dulu dengan besaran penurunan imbal hasil yang dipengaruhi seberapa besar ekspektasi penurunan suku bunga acuan. Penurunan imbal hasil tenor pendek ini akan diikuti oleh penurunan imbal hasil obligasi tenor panjang," kata Ezra.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement