Rabu 17 Apr 2019 01:00 WIB

Kementerian BUMN Masih Kaji Pembentukan Holding Penerbangan

Kajian pembentukan holding di antaranya terkait sisi positif dan negatifnya.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolanda
Otoritas Bandara Sultan Babullah Ternate membuka kembali aktivitas penerbangan dari dan menuju Kota Ternate mulai Senin (29/12). (Antara/Widodo S. Jusuf)
Otoritas Bandara Sultan Babullah Ternate membuka kembali aktivitas penerbangan dari dan menuju Kota Ternate mulai Senin (29/12). (Antara/Widodo S. Jusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini masih dalam proses pengkajian membentuk holding penerbangan. Menteri BUMN Rini Soemarno meng]ungkapkan bahkan saat ini pihaknya tidak hanya mempross satu holding saja namun beragam. 

"Itu (pembentukan holding banyak, bukan hanya holding penerbangan. Ada holding karya-karya konstruksi, kita sedang proses perbankan, kita sedang proses asuransi, semuanya masih dilihat," kata Rini di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Selasa (16/4). 

Untuk itu, Rini menegaskan jika saat ini sudah membuat tim untuk membuat draft Peraturan Presiden (PP), namun statusnya masih belum pasti. Rini mengatakan saat ini masih di bicarakan terkait positif dan negatifnya sehingga masih memerlukan waktu. 

Berdasarkan dokumen yang diterima Republika.co.id, saat ini pemerintah sudah menunjuk konsultan strategi PT Pricewaterhouse Coopers Consulting Indonesia untuk melakukan kajian pembentukan holding penerbangan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kajian tersebut perlu dilakukan yakni alasan dibutuhkannya holding sarana prasarana perhubungan udara, bagaimana holding tersebut dapat memberikan menciptakan nilai, dan model operasi seperti apa yang sesuai untuk holding penerbangan.

Dalam kajian tersebut, rencananya terdapat enam perusahaan BUMN yang akan digabungkan. Perusahaan tersebut yaitu PT Angkasa Pura (AP) I, PT Angkasa Pura (AP) II, Garuda Indonesia, Pelita Air Services, PT Survai Udara Penas, dan Airnav Indonesia. 

Untuk membuat holding tersebut, pemerintah harus melalui tiga tahap yang berkesinambungan. Tahap pertama yakni pada 1 Mei 2019 inbreng saham seri B negara di AP I, AP II, dan Garuda Indonesia. Tahap kedua yakni transaksi jual beli B2B (business to business) saham Pertamina di Pelita Air oleh holding (PT Penas). Tahap ketiga yaitu inbreng saham seri B negara di AirNav Indonesia setelah perubahan bentuk dari Perum ke PT dan adanya penyesuaian dengan UU Penerbangan dan peraturan-peraturan yang terkait. 

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan meski di dalam holding tersebut terdapat dua operator bandara dan satu maskapai tidak akan berpotensi adanya monopoli. "Saya kira kalo ke arah kartel atau monopoli mungkin tidak," kata Toto, Selasa (16/4). 

Dalam rencana pembentukan holding BUMN penerbangan, menurut Toto, sektor ,askapai cukup banyak pemainnya. Untuk itu, Toto menegaskan AP I, AP II, Airnav Indonesia tetap wajib melayani maskapai-maskapai yang ada di Indonesia. 

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam waktud ekat ini akan meminta keterangan dari Kementerian BUMN terkait rencana holding penerbangan. "Kita akan bahas dengan Kementerian BUMN, tapi mungkin kalau saya bisa sampaikan mungkin nggak perlu prejudice," tutur Budi. 

Budi menilai jika terdapat suatu rencana-rencana semua stakeholder pasti sudah diperhitungkan. Sehingga, kata Budi, tidak mungkin holding tersebut justru mengakibatkan kerugian untuk semua pihak terkait. 

"Hanya saja nanti kalau ada permintaan-permintaan yang merasa kurang kita bisa bicarakan. Jadi sebenarnya nggak perlu ada dikotomi antara yang menetang dan yang mendukung," tutur Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement