Senin 15 Apr 2019 18:12 WIB

Menko Darmin Angkat Bicara soal Deindustrialisasi

Pemerintah kembali membangun industri setelah deindustrialisasi pada 1998-2002.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Menko Perekonomian Darmin Nasution
Foto: Biro Humas Kemenko Perekonomian
Menko Perekonomian Darmin Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, angkat bicara mengenai isu deindustrialisasi yang tengah ramai diperbincangkan khalayak. Darmin mengatakan, sejatinya Indonesia memang pernah mengalami deindustrialisasi. Namun, itu jelas terjadi pada saat Indonesia mengalami terkenda dampak krisis moneter. Sementara, saat ini, sektor industri, terutama manufaktur secara perlahan mulai membaik.

“Deindustrialisasi sebenarnya terjadi pada tahun 1998-2002. Tapi, secara perlahan kami sudah bisa mempengaruhi supaya pertumbuhan industri bisa menyamai pertumbuhan ekonomi,” kata Darmin di Tangerang Selatan, Senin (15/4).

Darmin mengatakan, pemerintah perlu melakukan transformasi bukan hanya pada sektor industri yang dituju, namun pada hal-hal yang berkaitan dengan keberlangsungan industri tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah saat ini memfokuskan pembangunan infrastruktur agar memperlancar kegiatan industrialisasi di dalam negeri.

Di sisi lain, lagi-lagi soal hilirsasi produk yang dapat diolah dari sumber daya alam yang terdapat di Indonesia. Sebab, kata Darmin, hilirisasi bukan hanya menambah nilai dari suatu produk, namun meningkatkan kualitas pekerjaan para pekerjanya.

“Jadi, kalau ditanya soal deindustrialisasi, pernah terjadi di republik ini. Tapi terjadi waktu awal-awal krisis moneter,” ujar Darmin.

Selain harus fokus pada industri manufaktur, Darmin tak menampik industri jasa dari waktu ke waktu menunjukkan prospek yang menjanjikan. Salah satunya yakni di bidang pariwisata yang dapat mendatangkan devisa bagi Indonesia.

Di sisi lain, Indonesia dinilai tidak begitu sulit untuk mengembangkan industri pariwisata dengan modal sumber daya alam yang ada saat ini. “Jadi, jangan terlalu mengikuti pakem-pakem dunia di masa lalu. Dunia itu bergerak. Berubah. Apalagi di sektor jasa di tengah adanya digitalisasi,” ujar dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement