REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah daerah (Pemda) diminta menyuntikkan modal untuk perusahaan daerah air minum (PDAM) yang dinilai masih kurang sehat di beberapa daerah. Hal itu disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Nasional Bambang Brodjonegoro usai rapat terkait penyediaan air bersih dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Senin (8/4).
Menurut Bambang, banyak PDAM yang belum menerapkan full cost recovery atau tarifnya masih di bawah harga pokok produksi. "Pemda juga kita dorong untuk membantu PDAM-nya, membantunya dengan menyuntik modal PDAM-nya. Untuk PDAM yang undervalue sangat direkomendasikan itu," ujar Bambang di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (8/4).
Menurut Bambang, selain berencana membangun 10 juta sambungan rumah tangga air bersih, pemerintah juga selanjutnya memfokuskan perhatian air bersih di level distribusi. Menurutnya, pemerintah akan memperbaiki sistem tarif air bersih di PDAM yang masih berbeda tiap daerah.
Karenanya, peran Pemerintah daerah sangat dibutuhkan dalam proses penyediaan air bersih. "Selama ini yang mungkin masih menjadi kelemahan kita, penanganan air itu memang kalau distribusi kan melalui pemda, PDAM. kemudian dari air baku sampai SPAM di Kementerian PUPR misalnya, kita ingin itu terintegrasi, karena itu kita juga harus bereskan di PDAM-nya," ujar Bambang.
Sementara, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono juga mengatakan Kementerian Dalam Negeri telah diminta untuk menghitung tarif batas atas dan bawah air bersih di daerah. Hal ini agar tarif air di daerah tidak berbeda-beda.
"Diperintahkan kepada Kemendagri untuk menghitung berapa tarif bawah dan tarif atas per wilayah sehingga menjadi pegangan, sehingga harganya tidak imajinasi. Tiap daerah beda-beda. Kemendagri sudah ada kajian itu. Sudah ada aturan tapi belum ada tarif bawah dan atasnya. Sehingga nantinya setiap ada program bisa dihitung dari situ," ujar Basuki.
Sebelumnya, Rapat tersebut juga membahas rencana Pemerintah membangun 10 juta sambungan rumah tangga air bersih di seluruh wilayah Indonesia dalam lima tahun. Hal itu disampaikan Bambang usai menghadiri rapat yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla, Senin (8/4). Rapat yang dihadiri Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Sekjen Kemendagri, dan Ketua Umum Perpamsi Haris Yasin Limpo itu membahas Penyediaan 10 Juta Sambungan Air Bersih.
"Barusan saja kita membahas mengenai rencana pembangunan 10 juta sambungan rumah tangga air bersih dalam periode lima tahun ke depan, yang nantinya dari sisi kami di Bappenas akan menjadi bagian rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024," ujar Bambang di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin.
Menurut Bambang, masih minimnya akses air bersih atau air minum layak yang hanya sekitar 68 persen saat ini dan baru 20 persen yang melalui pipa, mendasari pembangunan 10 juta sambungan air bersih tersebut.
Bambang mengatakan, pemerintah akan memulai dengan fokus memperbaiki air baku seperti bendungan-bendungan yang tersebar di berbagai tempat Indonesia, perbaikan sungai-sungai tercemar, perbaikan maupun membangun baru sistem penyediaan air minum (SPAM). Menurutnya, selain dari Pemerintah melalui Kementerian PUPR, pembangunan SPAM juga akan melibatkan pihak swasta.
"Sudah dibangun bberapa SPAM yang besar-besar yang juga sudah menyertakan pastisipasi pihak swasta melalui KPBU (kerjasama pwmerintah dan badan usaha) misalnya SPAM Umbulan, SPAM di Lampung, SPAM di Semarang, maupun SPAM di Pekan baru. Jadi kita melihat SPAM regional juga dibangun oleh Kementerian PU di luar yang dibangun swasta," ujar Bambang.
Bambang mengatakan, perkiraan anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan 10 juta sambungan ruamh tangga air bersih selama lima tahun tersebut lebih Rp 100 triliun.