REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa pemasaran produk perikanan ikan tuna di dunia wajib mengikuti standard pengaturan internasional. Standar ini telah disepakati oleh berbagai organisasi regional Tuna Regional Fisheries Management Organization (RFMO).
"Antara lain, harus dipastikan bahwa kapal-kapal ikan Indonesia yang menangkap tuna adalah kapal-kapal yang terdaftar atau memiliki izin yang sah, serta bila menangkap di wilayah RFMO maka kapal-kapal tersebut harus didaftarkan di RFMO," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar dalam kata sambutan lokakarya tentang nelayan kecil di Jakarta, Kamis (4/4).
Selanjutnya, ujar dia, hasil tangkapan tuna tersebut dan hasil tangkapan lainnya yang merupakan nontarget spesies atau bycatch (tangkapan sampingan) yang tertangkap bersama tuna tersebut harus dilaporkan setiap tahunnya kepada RFMO.
Di samping itu, juga terdapat aturan lainnya yang harus dipatuhi antara lain pemasangan rumpon di wilayah RFMO. "Aturan dan standar internasional tersebut ditetapkan oleh FAO ataupun RFMO dengan tujuan untuk melindungi keberlanjutan stok sumberdaya ikan ikan di dunia. Hal ini dilakukan karena sumber daya perikanan adalah sumber daya renewable namun bukan tanpa batas," ucapnya.
Khusus terkait dengan pemanfaatan tuna, lanjutnya, jenis sumberdaya perikanan ini sesuai dengan bukti ilmiah yang dihasilkan melalui program tagging atau penandaan ikan terhadap jalur ruaya ikan tersebut, membuktikan bahwa jalur migrasi dan pola ruaya ikan ini tidak mengenal batas administrasi negara.
Dengan demikian, kelompok sumberdaya perikanan tuna yang hari ini tertangkap di perairan Indonesia di lain waktu mungkin saja tertangkap di wilayah perairan negara lain sehingga pengelolaan sumber daya jenis spesies yang kerap bermigrasi, harus dikelola secara bersama-bersama dengan negara-negara lainnya yang memanfaatkannya.
"Pada hari ini kita telah menjadi anggota IOTC (Komisi Tuna Samudera Hindia) untuk bersama-sama negara lain mengatur pengelolaan pemanfaatan tuna di wilayah Samudera Hindia, menjadi anggota WPFC (Komisi Perikanan Pasifik Barat) untuk mengatur pengelolaan pemanfaatan tuna di Samudera Pasifik dan menjadi anggota CCSBT (Komisi Konservasi Tuna Bluefin Selatan) untuk pengelolaan pemanfaatan species Southern Blue fin tuna," paparnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan MDPI Saut Tampubolon menyatakan bahwa sebelum Indonesia bergabung ke dalam berbagai RFMO maka produk tangkapan kapal ikan Indonesia bisa saja dianggap sebagai produk yang tidak legal berdasarkan aturan internasional.