REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Biaya jasa ojek daring saat ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat dan Surat Keputusan (SK) Menteri Perhubungan terkait koridor biaya jasanya. VP President Corporate Communication Gojek Michael Reza Say mengatakan masih mendalami SK tersebut.
“Kami perlu mempelajari terlebih dahulu dampaknya kepada permintaan konsumen,” kata Michael kepada Republika, Senin (25/3).
Begitu juga bagaimana dampaknya terhadap pendapatan para mitra atau para pengemudi ojek daring. Sebab, menurut Michael, pendapatan para pengemudi ojek daring pada dasarnya bergantung pada kesediaan konsumen.
Tak hanya itu, menurut dia, Gojek juga perlu melihat bagaimana dampak SK tersebut terhadap mitra UMKM. “Kami juga ada UMKM di dalam ekosistem Gojek yang menggunakan layanan antarojek daring,” ujar Michael.
Biaya jasa ojek daring dibagi untuk tiga zona. Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, zona pertama untuk Sumatra, Jawa selain Jabodetabek, dan Bali. Zona kedua yaitu khusus Jabodetabek. Zona ketiga untuk Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Papua.
Untuk zona satu, biaya jasa batas bawahnya yaitu Rp 1.850 per kilometer dan batas atasnya Rp 2.300 per kilometer. Sementara, untuk biaya jasa minimal zona satu adalah Rp 7.000 sampai Rp 10 ribu.
Sementara itu, zona dua, batas bawah biaya jasa yakni Rp 2.000 per kilometer dan batas atasnya Rp 2.500 per kilometer. Lalu, biaya jasa minimalnya dari Rp 8.000 sampai Rp 10 ribu.
Untuk zona tiga, biaya jasa batas bawahnya yaitu Rp 2.100 per kilometer dan batas atasnya Rp 2.600 per kilometer. Sementara, untuk biaya jasa minimal zona tiga, yakni Rp 7.000 sampai Rp 10 ribu.
Semua pengaturan biaya jasa tersebut merupakan jumlah bersih atau //nett// yang diterima pengemudi ojek daring. Dengan begitu, penumpang masih dikenakan 20 persen untuk potongan yang diberikan kepada aplikator.