REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) mengungkapkan para peternak mandiri mengalami kerugian hingga Rp 2 triliun. Kerugian tersebut disebabkan harga ayam terus anjlok sejak enam bulan terakhir.
Pinsar mencatat, kerugian tersebut terjadi sejak September 2018 hingga Maret tahun ini. Hal itu karena harga ayam dipatok terlalu rendah di pasaran pada harga Rp 14 ribu per kilogram.
Sementara berdasarkan harga pembelian pokok (HPP) ayam yang dipatok pemerintah ada di kisaran Rp 20 ribu-Rp 22 ribu. “Harga terus anjlok, bahkan di bawah biaya pokok produksi. Minggu lalu, harga ayam mencapai Rp 14 ribuan,” kata Ketua Umum Pinsar Singgih Januratmoko saat dihubungi Republika, Rabu (13/3).
Singgih menjelaskan, tidak seimbangnya harga di pasaran dengan biaya pokok produksi disebabkan dengan adanya aturan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk memutuskan menaikkan HPP di tengah daya beli yang rendah. Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) juga terus menyuplai bibit anak ayam atau day old chicken (DOC).
Dia menyayangkan langkah pemerintah yang sejauh ini kerap berjalan sendiri-sendiri. Tidak adanya koordinasi antara Kemendag dengan Kementan menjadi salah satu permasalahan yang merugikan peternak mandiri.
Dia menambahkan, sejauh ini belum ada respons konkret pemerintah terkait kerugian yang drastis oleh peternak mandiri. Singgih mengatakan, hingga saat ini baru Kementan saja yang memberi respons keluhan kerugian peternak, sementara itu dari Kemendag justru tidak ada respons sama sekali.
“Sejauh ini baru ada imbauan dari Kementan kepada perusahaan penghasil DOC untuk mengurangi suplainya,” katanya.