Senin 11 Mar 2019 18:28 WIB

Mentan Ingin Rempah dan Kakao Kembali Berjaya

Produktivitas kakao Indonesia saat ini kalah dibandingkan dengan Vietnam.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: EH Ismail
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Senin (11/3).
Foto: Humas Kementan.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Senin (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, LUWU -- Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman ingin mengembalikan kejayaan rempah dan komoditas perkebunan di Indonesia. Karena itu, Mentan melakukan program peremajaan rempah dan kakao, termasuk membagikan bantuan bibit unggul kakao dengan produktivitas 3,5 ton per hektare per tahun sebanyak 1 juta batang di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Senin (11/3).

Hadir pada acara itu anggota Komisi IV DPR  Andi Luthfi, Bupati Luwu Basmi Mattayang, Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagiyono, Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry, dan lebih dari 12 ribu petani.

Dalam kunjungan kerja tersebut, selain membagikan bantuan 1 juta batang kakao, Mentan Amran memberikan tambahan bantuan bibit kakao tahun 2019 untuk Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 500 ribu batang. Amran menyebutkan, bantuan bibit kakao, kopi, lada, tanaman rempah, dan komoditas perkebunan lainnya di seluruh Indonesia di tahun 2019 sebanyak 30 juta batang dengan anggaran mencapai Rp 2,4 triliun.

“Sesuai dengan perintah Bapak Presiden Jokowi, hari ini kita tanam bibit unggul kakao yang produktivitasnya 4,5 sampai 5 ton per hektare per tahun,” kata Amran di lokasi peremajaan kakao di daerah Kamanre, Luwu.

Amran menegaskan, peningkatan produktivitas kakao bertujuan agar Indonesia beranjak dari kelemahan kakao selama ini, yakni terkait produktivitas dan pemeliharaannya, seperti terlambatnya pemangkasan. Selama ini, produktivitas kakao hanya 0,7 ton per hektare per tahun bahkan 0,5 dan 0,8 per hektare per tahun.

Produktivitas kakao Indonesia saat ini kalah dibandingkan dengan negara tetangga, semisal Vietnam. Padahal, dulu kala Vietnam belajar budi daya kakao dari Indonesia.

“Kami baru pulang dari Hanoi Vietnam, waktu itu kami bertemu di Kolombia, Menteri Pertaniannya. Kemudian kami kirim delegasi ke Hanoi sekaligus kami berkunjung ke sana. Mereka itu dulu belajar dengan kita, tapi produktivitas karetnya tinggi 3,5 ton. Kini produksi kakao juga kita harapkan 3,5 ton yang dulunya 0,7 ton jadi bisa naik 3 kali lipat,” ujar Amran.

Mentan meyakini, apabila bibit-bibit unggul komoditas perkebunan bisa disebarkan ke seluruh Indonesia, maka produktivitasnya pun bakalnaik minimal 3 kali lipat atau 300 persen.

Oleh karena itu, Amran mengungkapkan, fokus kerja Kementan dalam dua tahun terakhir dan masuk tahun ketiga pemerintahan Jokowi-JK adalah membagikan bibit unggul, sehingga petani bisa sejahtera karena pendapatannya meningkat. Jika harga kakao nanti Rp 30 ribu, tapi dengan produksinya tiga kali lipat, pendapatanya akan naik tiga kali lipat.

“Bantuan sekarang ada 1 juta batang kakao untuk Luwu. Kami tambahkan hari ini sebanyak 500 ribu batang untuk Provinsi Sulawesi Selatan. Bibitnya yang kita hasilkan sendiri dari sini,” ungkap dia.

Mengenai pengendalian TBK atau hama penggerek pada buah kakao, pemerintah telah melakukan pendampingan dan mengangkat Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dalam jumlah banyak, yaitu 600 ribu PPL di tahun 2018. Tahun ini, akan diangkat lagi sebanyak 11 ribu sampai 12 ribu PPL.

“Ini sudah ada solusi, persoalannya kita harus laten, harus ada petani didampingi, makanya PPL kita angkat supaya dia tambah rajin. Dulu PPL moratorium, Bapak Presiden Jokowi perintahkan angkat PPL karena dia pahlawan-pahlawan pangan kita supaya mereka mendampingi petani-petani kita,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement