Sabtu 09 Mar 2019 20:36 WIB

Generasi Muda Diminta tak Hanya Jadi Konsumen Fintech

Saat ini, ada 99 perusahaan Fintech P2P Lending yang terdaftar di OJK.

Rep: Novita Intan/ Red: Endro Yuwanto
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dan Menteri Kominfo Rudiantara menjadi pembicara di acara Fintech Goes to Campus : Kolaborasi Millenial dan Fintech Menyongsong Revolusi Industri 4.0, di Auditorium Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sabtu (9/3).
Foto: Republika/Binti Sholikah
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dan Menteri Kominfo Rudiantara menjadi pembicara di acara Fintech Goes to Campus : Kolaborasi Millenial dan Fintech Menyongsong Revolusi Industri 4.0, di Auditorium Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sabtu (9/3).

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Perkembangan financial technology (fintech) semakin pesat di Indonesia. Pendiri start-up fintech tidak luput dari perizinan pemerintah, khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator di sektor jasa keuangan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, perkembangan fintech sudah tidak mampu dibendung dan telah merambah berbagai sektor tak terkecuali jasa keuangan.

“Generasi muda dapat memanfaatkan potensi fintech yang besar sekali, dan memahaminya. Jangan menjadi objek, bagaimana supaya fintech benar-benar dikuasai, jangan hanya jadi konsumen,” ujar Wimboh saat acara Seminar Nasional Kolaborasi Milenial dan Fintech Menyosong Revolusi Industri 4.0 di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Sabtu (9/3).

Kendati demikian, lanjut Wimboh, OJK turut membangun perlindungan bagi pengguna Fintech Peer to Peer (P2P) Lending. Saat ini, ada 99 perusahaan Fintech P2P Lending yang terdaftar di OJK. “Daftar yang sudah teregistrasi kami sampaikan ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), sehingga kalau tidak ada di platform internet yang tidak teregistrasi maka otomatis akan diblok Kominfo,” jelasnya.

Sejak 2007, OJK membentuk Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi. Ini merupakan lembaga gabungan di bawah 13 kementerian atau lembaga di mana OJK menjadi koordinator. Menurut Wimboh saat ini sebanyak 600 Fintech P2P ilegal sudah diblok oleh Kominfo. “Ada 800-an yang masih proses mau ditutup oleh Kominfo,” ucap Wimboh.

Sementara, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menambahkan pihaknya rutin melakukan koordinasi dengan OJK. Jika tadinya harus ada laporan fintech ilegal untuk bisa diproses dan ditutup, maka sekarang Kemkominfo yang proaktif menyisir fintech ilegal dari awal. "Kalau dulu, ada laporan nanti ke satgas, lapor Kominfo nanti diblok. Sekarang dibalik, Kominfo setiap hari proaktif melakukan penyisiran, nanti dibandingkan dengan daftar dari OJK. Begitu daftarnya beda, yang beda langsung kami tutup,” ungkapnya.

Selain memberikan izin, lanjut Rudiantara, pemerintah seharusnya bisa menjadi fasilitator bagi Start-up untuk bisa berdiri sempurna. "Banyak startup, tapi mereka kurang kenal calon investor di dalam negeri, apalagi yang global. Investor juga tidak tahu start-up mana yang bagus. Jadi pemerintah ini mencomblangi," ucapnya.

Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) meminta para pelaku start-up dapat mematuhi aturan Fintech P2P Lending dalam pengoperasiannya. Menurut Ketua AFP Adrian A Gunadi, sekaligus CEO Investree pelaku Fintech P2P Lending harus terdaftar di OJK untuk beroperasi. Sebelum bisa terdaftar, entitas harus menjadi anggota AFPI dan mentaati code of conduct. "Saat ini ada 99 pelaku bisnis lending yang sudah terdaftar di OJK, otomatis mereka sudah ikuti code of conduct," ungkapnya.

Code of conduct untuk Fintech P2P Lending mencakup implementasi transparansi produk dan metode penawaran produk pelayanan, pencegahan pinjaman berlebih, dan praktik yang manusiawi.

Adrian menambahkan, sebagai asosiasi yang ditunjuk oleh OJK secara resmi untuk menjalankan fungsi pengawasan dan pengaturan kepada anggotanya, AFPI mendukung penuh start-up baru yang fokusnya di Fintech P2P lending untuk mentaati aturan baik dari AFPI maupun OJK. "Ini upaya agar tidak ada kejadian tak mengenakan seperti penipuan, bunuh diri korban. Kalau fintechnya resmi dan taat aturan, konsumen akan percaya dan merasa aman."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement