Selasa 26 Feb 2019 17:19 WIB

Pemerintah Bisa Gunakan KUR Khusus untuk Peremajaan Karet

Pertani terkadang masih merasa sulit mendapatkan kredit.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Petani menyadap karet di Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (3/12/2018). Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah siap membeli karet dari petani untuk digunakan sebagai bahan baku campuran aspal dalam proyek infrastruktur.
Foto: Raisan Al Farisi/Antara
Petani menyadap karet di Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (3/12/2018). Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah siap membeli karet dari petani untuk digunakan sebagai bahan baku campuran aspal dalam proyek infrastruktur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menilai, rencana pemerintah untuk melakukan peremajaan terhadap 50 ribu hektare lahan karet akan dihadapi dengan tantangan pembiayaan. Sebab, implementasi dari kebijakan tersebut akan membutuhkan biaya besar dan skema tepat agar tidak memberatkan petani.

Andry menjelaskan, pemerintah harus mendorong keterlibatan korporasi besar dalam kegiatan peremajaan ini. Sebab, mereka bertindak sebagai mitra petani karet yang seharusnya saling mendapat keuntungan dari keberadaan satu sama lain. "Peranan swasta harus dimaksimalkan," ujar dia ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/2).

Baca Juga

Dalam kegiatan peremajaan ini, Andry menambahkan, skema yang memang perlu dipakai adalah non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satunya adalah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disediakan pemerintah. Hanya saja, tidak sedikit petani merasa sulit mendapatkan kredit karena bank menilai risiko di sektor pertanian masih cukup besar.

Andry menjelaskan, skema pembiayaan untuk karet dapat mencontoh sawit dengan adanya KUR khusus. Intinya adalah bagaimana agar petani bisa mendapatkan kredit lebih mudah, sehingga memungkinkan mereka fokus meningkatkan kesejahteraan sembari memaksimalkan produktivitas lahan mereka.

Andry mencontohkan model partisipasi swasta seperti yang sudah diterapkan di Cina. Tapi, kecenderungan lahan dimiliki oleh swasta cenderung lebih besar dibanding dengan kemitraan yang diterapkan di Indonesia saat ini. "Jadi, perlu ekstra hati-hati," ucapnya.

Terlepas dari itu, Andry menilai, peremajaan 50 ribu hektar per tahun yang disampaikan pemerintah merupakan rencana baik demi keberlangsungan produktivitas komoditas lokal. Ini juga merupakan kebijakan jangka panjang dari International Tripartite Rubber Council (ITRC), di mana Indonesia termasuk di dalamnya.

Apabila tahun ini dapat terlaksana dengan baik, Andry berharap, pemerintah dapat melakukan perluasan target sepanjang tahun. Sebab, luas lahan karet sendiri saat ini sudah mencapai 3,6 juta hektar. "Di sisi lain, hilirisasi industri karet dan menahan laju ekspor karet alam mentah juga harus tetap diperhatikan," ujarnya.

Target peremajaan pohon karet pada tahun ini merupakan 10 kali lipat lebih banyak dibanding dengan target tahun-tahun sebelumnya, yakni 5.000 hektar per tahun. Tapi, target ini sebenarnya masih di bawah Thailand yang minimal peremajaannya mencapai 65 ribu hektare per tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement