Rabu 13 Feb 2019 19:49 WIB

Kemenub Lakukan Uji Publik untuk Tarif Ojek Online

Perhitungan tarif mempertimbangkan soal sistem pembayaran digital.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/1/2019). Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menargetkan penerbitan dasar hukum untuk transportasi roda dua selesai pada bulan Februari 2019 dan pemerintah bakal resmi menjadikan ojek online sebagai angkutan umum.
Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/1/2019). Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menargetkan penerbitan dasar hukum untuk transportasi roda dua selesai pada bulan Februari 2019 dan pemerintah bakal resmi menjadikan ojek online sebagai angkutan umum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat masih melakukan kajian terkait penentuan tarif. Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi menjelaskan ada sebelas komponen yang menjadi acuan formula penentu tarif ojek online ini.

Budi menjelaskan saat ini Peraturan Menteri yang akan mengatur tentang Ojek Online ini masih dalam tahap uji publik. Budi menjelaskan uji publik dilakukan di enam kota besar. Dari uji publik tersebut juga didapati masukan tentang penentuan tarif. 

Baca Juga

"Sekarang sedang tahapan uji publik. Kemarin memang ada masukan soal tarif," ujar Budi di Kementerian Perhubungan, Rabu (13/2).

Budi juga menjelaskan untuk penentuan tarif sendiri, kementerian perhubungan memasukan 11 komponen yang menjadi indikator pembentuk formula tarif ojol. Budi menjelaskan 11 komponen tersebut terdiri dari biaya langsung dan tidak langsung.

Ia merinci, biaya langsung merupakan biaya yang langsung dikeluarkan oleh pengemudi, mulai dari bensin, oli, ban, juga tarikan yang diterima pengemudi dari penumpang secara langsung. Sedangkan untuk biaya tidak langsung adalah STNK, Penyesutan kendaraan sampai kepada pajak.

"Dua variabel itulah yang akan menjadi formula kita," ujar Budi.

Budi juga menjelaskan selain melibatkan pengemudi, perusahaan aplikasi, Kementerian Perhubungan juga melibatkan Pemerintah Daerah dalam penentuan tarif. Sebab, menurut Budi tarif juga tidak bisa dipukul rata, hal ini juga perlu melihat daya beli dan tingkat ekonomi masyarakat dari masing masing daerah.

"Nantinya dari Dirjen Perhubungan Darat, juga akan membuat surat keputusan untuk menjadi guiden para pimpinan daerah untuk melakukan penghitungan. Karena sementara ini kita masih menggodok apakah nanti tarifnya secara nasional sama atau tidak," ujar Budi.

Tak hanya itu, Direktur Angkutan dan Multimoda Kementerian Perhubungan Ahmad Yani juga menjelaskan bahwa perhitungan tarif juga melibatkan perusahaan aplikasi. Perhitungan tarif juga mempertimbangkan soal sistem pembayaran digital. Ia mengatakan, hal tersebut nanti nya juga masuk dalam simulasi pembentukan tarif.

"Ya biaya biaya operasi juga masuk dalam pertimbangan kami. Khususnya perusahaan aplikasi. Juga perhitungan tentang sharing pendapatan," ujar Yani dilokasi yang sama.

Yani juga menjelaskan dalam tarif ini, Kemenhub juga bekordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja untuk membahas soal hak hak dari para pengemudi. Yani menjelaskan pembahasan ini perlu juga dimasukan dalam aturan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement