REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan, pemerintah telah menerbitkan Persetujuan Impor (PI) gula mentah atau raw sugar untuk keperluan industri per 4 Februari. Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan, perizinan diberikan kepada 11 perusahaan gula rafinasi dengan total 1,4 juta ton gula mentah (raw sugar) dari sejumlah negara.
Gula impor tersebut dikirim untuk diolah menjadi gula kristal rafinasi (GKR) demi kebutuhan industri. "Di rakortas (rapat koordinasi terbatas) tingkat menteri, sudah disetujui atas kuota impor tersebut," ujar Oke saat dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (13/2).
Menurut Oke, PI tersebut adalah bagian dari kuota impor gula mentah yang juga sudah disepakati antar kementerian dan lembaga terkait. Dalam rakortas, disepakati bahwa kuota impor gula mentah tahun ini adalah 2,8 juta ton dengan perizinan yang dibagi menjadi dua semester.
Untuk semester pertama ini, Oke menjelaskan, terbit 1,4 juta ton kepada perusahaan yang merupakan anggota Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI). Sisanya, akan dikeluarkan lagi pada semester kedua. "Untuk waktu (pengiriman) pastinya, tanya ke AGRI," ujarnya.
Baca juga, Ekonom: Tren Impor Gula Terjadi Sejak 2009
Dalam catatan Kemendag, 11 perusahaan yang dimaksud adalah PT Angels Products, PT Jawamanis Rafinasi, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Dharmapala Usaha Sukses, PT Sugar Labinta, PT Duta Sugar International, PT Makassar Tene, PT Berkah Manis Makmur, PT Andalan Furnindo dan PT Medan Sugar Industry.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menuturkan, pemerintah harus berhati-hati terhadap potensi rembesnya gula rafinasi ke pasar gula konsumsi. Penyebabnya, restriksi pada kebijakan impor untuk gula konsumsi, sehingga menimbulkan perbedaan harga yang cukup jauh antara gula rafinasi dengan gula konsumsi.
Ilman menjelaskan, pembatasan ini tidak mampu menjamin ketersediaan gula dengan jumlah yang sesuai dengan permintaan konsumen. "Hal ini menyebabkan harga gula konsumsi menjadi fluktuatif," tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (1/2).
Restriksi yang ditetapkan pemerintah pada kebijakan impor gula konsumsi antara lain, gula konsumsi hanya bisa diimpor oleh BUMN dengan volume impor yang ditentukan. Selain itu, volume, waktu dan ketentuan pelaksanaan impor lainnya sangat tergantung pada rapat koordinasi antar kementerian.
Pada kebijakan impor gula rafinasi, selain BUMN, sebaiknya pihak swasta juga diberikan kewenangan dalam mengimpor. Dengan adanya keterlibatan swasta, mereka dapat mengimpor sesuai dengan kebutuhan pasar domestik.
Selain itu, Ilman menjelaskan, dalam proses impor gula rafinasi tidak diperlukan adanya surat rekomendasi dari ditjen kementerian terkait membuat proses impor menjadi lebih mudah. "Hal ini tidak menutup kemungkinan menjadi salah satu pemicu mengapa secara jumlah permintaan gula rafinasi dapat dipenuhi sehingga harga gula rafinasi dapat lebih terjangkau," katanya.
Ilman menambahkan, pemerintah sebaiknya juga memberikan kesempatan kepada importir swasta yang memenuhi syarat untuk mengimpor. Revisi ini juga harus ditekankan untuk menciptakan proses pemberian lisensi impor yang lebih transparan untuk mencegah praktik kartel oleh BUMN ataupun importir swasta.