REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi V DPR meminta pemerintah menunda pemberlakuan bagasi berbayar yang saat ini sudah berjalan di maskapai Lion Air dan Wings Air serta akan diterapkan di maskapai Citilink Indonesia.
"Komisi V DPR mendesak Kemenhub, dalam hal ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk menunda pemberlakuan bagasi berbayar hingga selesainya kajian ulang terhadap kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan kelangsungan industri penerbangan nasional," kata anggota Komisi V DPR Sigit Sosiantomo saat Rapat Kerja Komisi V DPR dengan Kemenhub di Jakarta, Selasa (29/1).
Selain itu, Komisi V DPR juga meminta Kemenhub untuk mengkaji ulang komponen terkait tarif pesawat udara agar tidak memberatkan masyarakat. Sigit menambahkan pihaknya juga meminta Kemenhub untuk meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait guna memformulasi ulang besaran komponen tarif batas atas dan tarif batas bawah, antara lain terkait harga avtur serta bea masuk suku cadang.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Rahmat Nasution menilai maskapai berbiaya hemat (LCC) seharusnya difasilitasi secara khusus baik itu terminal khusus maupun insentif agar memberi ruang untuk mengurangi biaya operasi, sehingga bagasi tidak dikenakan tarif.
"Dari mendatangkan pesawat diberi insentif pajak, suku cadang, dari hulu sudah dimainkan regulasinya. Saya pikir ini dikaji pemerintah agar bisa bilang sudah diberi segala macam, kamu jangan seenaknya-enaknya (kenakan tarif bagasi)," ujarnya.
Di sisi lain, Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Intan Fitriana Fauzi menilai tidak ada peraturan yang dilanggar oleh maskapai terkait penerapan bagasi berbayar. Namun, hal itu perlu sosialisasi yang menyeluruh untuk masyarakat.
"Ini semua tidak ada satu pelanggaran dari regulasi yang dilakukan maskapai berbiaya murah, semua sudah diatur undang-undang, tarif bagasi ini ada aturannya, hanya saja saya katakan dalam pengambilan kebijakan, sosialisasi ini dilakukan jauh hari sebelumnya," katanya.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti mengatakan pihaknya akan meninjau lagi antara tarif batas penerbangan berbiaya hemat diakumulasikan dengan tarif bagasi 15 kilogram.
"Kami akan memberlakukan aturan, misalnya untuk tarif batas LCC ditambah bagasi berbayar yang 15 kilogram tidak boleh melebihi tarif batas 'medium service'," katanya.
Dia menjelaskan bagasi memang tidak termasuk dalam komponen tarif.
"Tapi akan kami perhatikan hal-hal tersebut supaya lebih operasional antara bagasi yang berbayar dan yang tidak. Yang jelas kami akan lakukan kajian atau evaluasi terhadap semua aturan mulai dari PM 14 sampai PM 185," katanya.