REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita dalam kunjungannya ke Amerika Serikat (AS) bakal membahas secara bilateral mengenai fasilitas tarif perdagangan atau Generalized System of Preferences (GSP) dengan Perwakilan Kementerian Perdagangan AS, Robert Lighthizer.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Antara di Washington DC, Amerika Serikat, Senin (14/1), pertemuan bilateral Mendag RI dengan wakil Kementerian Perdagangan AS (USTR) dijadwalkan berlangsung tanggal 15-16 Januari. Pertemuan tersebut untuk menindaklanjuti pemberian fasilitas GSP untuk Indonesia.
Sebagaimana diketahui, GSP merupakan program pemerintah AS dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, yaitu dengan membebaskan bea masuk ribuan produk negara-negara itu, termasuk Indonesia, ke dalam negeri Paman Sam tersebut. Sebanyak 3.546 produk Indonesia diberikan fasilitas GSP berupa eliminasi tarif hingga 0 persen.
Dalam tujuh bulan terakhir, Pemerintah Indonesia telah melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan AS agar Indonesia tetap mendapatkan fasilitas GSP. Hal tersebut karena program ini dinilai memberi manfaat baik kepada eksportir Indonesia maupun importir AS yang mendapat pasokan produk yang dibutuhkan.
Pada Oktober 2017, Pemerintah AS melalui USTR mengeluarkan Peninjauan Kembali Penerapan GSP Negara (CPR) terhadap 25 negara penerima GSP, termasuk Indonesia. Pada 13 April 2018, USTR secara eksplisit menyebutkan akan melakukan peninjauan pemberian GSP kepada Indonesia, India, dan Kazakhstan.
Hal ini tertuang dalam Federal Register Vol. 83, No. 82. Pada 30 Mei 2018, AS juga mengumumkan akan melakukan peninjauan GSP terhadap Thailand. Evaluasi itu dilakukan untuk melihat apakah Indonesia memenuhi beberapa kriteria program GSP, antara lain terkait HAM, hak-hak pekerja, dan hak properti intelektual (IPR).
Bila Indonesia tidak lagi menjadi negara penerima GSP, maka produk Indonesia ke Indonesia yang saat ini menerima GSP, ke depannya akan dikenakan bea masuk normal bila diekspor ke AS.