REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman menilai, Merpati bisa saja menggunakan pesawat asing pada 2019. Namun, Merpati perlu melihat track record atau rekam jejak pesawat tersebut.
Sebelumnya, sejak beberapa waktu lalu, beredar kabar bahwa Sukhoi Superjet 100 digadang-gadang akan menjadi bagian dari armada maskapai penerbangan Merpati. Secara teknis, pesawat terbang komersial lorong tunggal mesin ganda buatan Sukhoi Civil Aircraft, Rusia ini, memiliki kecepatan jelajah ekonomis 870 km/jam.
Menanggapi hal tersebut, Gerry mengatakan, Merpati harus melihat rekam jejak Superjet 100 terlebih dahulu. Karena mencari kru untuk pesawat Superjet 100 tidak mudah, dan harus dilatih secara khusus.
"Ya boleh saja dicoba, tapi harus lihat track recordnya ini pesawat. Mencari crewnya gak gampang, harus dilatih untuk pesawat ini," ujar Gerry kepada Republika.co.id, Kamis (3/1).
Selain itu, Superjet 100 juga menghadapi banyak tantangan dalam supply chain logistics. Terutama untuk pemeliharaan pesawatnya.
Gerry menilai, banyak tantangan yang harus dihadapi apabila Merpati ingin menerbangkan Superjet 100. Apalagi, nantinya Superjet 100 ini akan diterbangkan di wilayah Indonesia timur yang memiliki medan cukup berat.
"Kalau mau diterbangin di Indonesia barat saja buat saya sudah akan challenging, apalagi kalau di Indonesia timur," kata Gerry.
Adapun di sisi lain, Gerry sempat mendapatkan kabar bahwa Merpati ingin menggunakan pesawat Ms-21 dari Irkut/UAC. Gerry menilai, pesawat tersebut rencananya akan menyelesaikan sertifikasi pada akhir 2019. Sehingga proses pengiriman pesawat ke airlines, baru dimulai pada 2020.
"Kalau mau bergerak di tahun 2019 ini ya harus menggunakan pesawat lain dulu," kata Gerry.