Ahad 30 Dec 2018 15:36 WIB

Ini Sebabnya KUR ke Sektor Produksi Masih Minim

Tak hanya masalah di suplai, penyerapan KUR sektor ini juga kurang.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Seorang pekerja menjemur kerupuk mie kuning di rumah industri kerupuk Desa Harjosari, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (16/12). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat jumlah penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) hingga 30 November 2018 telah mencapai Rp 118,4 triliun.
Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Seorang pekerja menjemur kerupuk mie kuning di rumah industri kerupuk Desa Harjosari, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (16/12). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat jumlah penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) hingga 30 November 2018 telah mencapai Rp 118,4 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengimbau agar penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke sektor produksi tahun ini mencapai 50 persen. Hanya saja, ada bank yang belum mencapai target tersebut. 

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, target tersebut sulit tercapai bagi beberapa bank karena masing-masing bank memiliki fokus berbeda. "Ada yang memang fokus ke kredit SME (Small Medium Enterprise) ada yang ke korporasi, dan ada yang ke transaksi," katanya kepada Republika.co.id, Ahad, (30/12).

Menurutnya, bila dipaksakan menyalurkan kredit ke SME atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti KUR, akan menyebabkan rasio kredit bermasalahnya (Nonperforming Loan) meningkat. Meski begitu, kata dia, sejauh ini bank-bank sudah berupaya. 

Selain itu, kata dia, kendala penyaluran KUR ke sektor produksi bukan hanya masalah suplai dari bank tetapi juga penyerapannya yang juga masih kurang. "Jadi bank berupaya sediakan, tapi dari sisi bisnis nasabahnya belum terserap. Ini kalau dipaksakan juga bisa tingkatkan NPL," jelasnya. 

Baginya, harus dilihat pula dari sisi penyerapan nasabah yang ambil KUR. "Mereka belum berani terlalu ambil banyak KUR karena prospeknya belum bagus, padahal bank sedia Rp 100 juta misalnya, tapi nasabah nggak berani ambil," kata David. 

Baca juga, Pemerintah Pertimbangkan Pemberian Sanksi Bagi Penyalur KUR

Selama ini, kata dia, penyaluran KUR memang masih didominasi ke sektor perdagangan. Maka perlu ada diversifikasi dan penyaluran ke sektor produksi seperti produk kerajinan atau produk ekspor. 

"Bisa juga ke sektor pertanian, tapi kayaknya perlu bekerja sama dengan partner. Misal dalam bentuk plasma proyek perkebunan terkait produk unggulan karet misalnya. Jadi perlu pola kerjasama partnership," tuturnya. 

Bila pola tersebut diterapkan, maka tidak masalah bila tahun depan pemerintah menaikkan target penyaluran kredit ke sektor produksi hingga 60 persen. "Harusnya bisa dikasih pola kerjasama tadi. Lalu bisa pula menyasar daerah luar Jawa yang potensial," ujar David.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat jumlah penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) hingga 30 November 2018 telah mencapai Rp 118,4 triliun. Nilai ini setara 95,7 persen dari target Rp 123,801 triliun sepanjang 2018.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan masih akan ada sekitar Rp 1,6 triliun sampai dengan Rp 2 triliun untuk realisasi KUR hingga akhir tahun 2018. Penyaluran KUR untuk sektor produksi terus berjalan untuk mengejar target sebesar 50 persen di 2018. Hingga 30 November 2018 tercatat porsi penyaluran KUR sektor produksi 45,6 persen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement