REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) yang akan dilaksanakan di Cilacap masih terus berproses. General Manajer Pertamina RU IV Cilacap Djoko Priyono menyebutkan proyek tersebut masih menghadapi beberapa kendala untuk dicarikan titik temu.
Dalam hal pembicaraan pelaksanaan proyek dengan Saudi Aramco sebagai perusahaan mitra, Djoko mengaku pembahasan rencana proyek dengan perusahaan minyak asal Arab Saudi tersebut memang masih belum clear.
''Sampai sekarang pembicaraan dengan Saudi Aramco, masih terus berlanjut,'' kata dia, Kamis (20/12).
Di sisi lain, Djoko mengaku, proses pembebasan tanah untuk kebutuhan proyek RDMP juga masih menghadapi kendala masalah pembebasan lahan di Kawasan Industri Cilacap (KIC). Menurutnya, di KIC yang sebenarnya berada di lahan milik Pemkab Cilacap tersebut, masih ada tiga perusahaan yang menolak besaran ganti untung yang ditetapkan BPN.
Menurutnya, perusahaan yang menempati lahan KIC tidak hanya meminta ganti rugi atas penggunaan lahan saja. Melainkan juga meminta ganti rugi terhadap peralatan, mesin, dan sebagainya.
''Padahal, beberapa perusahaan itu ada yang sudah tidak beroperasi,'' katanya.
Di luar masalah itu, Djoko menyebutkan, seluruh pembebasan lahan sudah selesai. Termasuk rencana masalah ganti rugi untuk kebutuhan pemindahan jalan raya MT Haryono yang berstatus jalan provinsi.
Dia menyebutkan, pemindahan ruas ini perlu dilakukan karena Jalan MT Haryono kawasan di atasnya akan menjadi kawasan kilang. ''Di komplek kilang seperti ini, tidak mungkin ada ruas jalan yang digunakan oleh masyarakat umum,'' katanya.
Untuk itu, ruas jalan MT Haryono ini akan dibuatkan jalan alternatif yang mengitari calon lahan komplek RDMP. ''Untuk itu, kita sedang berkoordinasi dengan pemda untuk merancang jalan penggantinya. Koordinasi perlu dilakukan karena harus disesuaikan dengan fasilitas pendukung kilang yang nantinya dibangun Pertamina,'' ucap dia.
Dalam hal proyek RDMP ini, Djoko mengakui, Indonesia memang sangat membutuhkan RDMP akan karena akan meningkatkan kapasitas produksi kilang. ''Dengan demikian, kebutuhan energi kita menjadi mandiri. Tidak lagi harus impor BBM untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, tapi cukup mengimpor crude (minyak mentah) saja yang harganya jauh lebih murah daripada impor BBM,'' kata dia.