REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Program alat mesin pertanian (alsintan) kementerian Pertanian (Kementan) untuk mewujudkan pembangunan pertanian modern dan menarik minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian kini tercapai. Sebagai contoh adalah petani muda, Abdul Muin di Desa Moncobalang, Kecamatan Barombong, Sulawesi Selatan.
Abdul Muin yang akrab disapa Daeng Tiro (35 tahun) sejak dua tahun terakhir mulai terjun dengan serius ke dunia pertanian. Sebelumnya hanya berprofesi sebagai tenaga lepas harian di Kota Makassar.
"Karena program modernisasi pertanian dari pemerintah, saya sudah dua tahun bertani menggunakan traktor roda empat dan transplanter atau alat tanam padi modern. Sebelumnya hanya dengan cara membajak menggunakan traktor roda dua dan tanam manual," kata Daeng Tiro saat menanam padi miliknya, Senin (17/12).
Menurut Daeng Tiro, manfaat atau keuntungan penggunaan alsintan benar-benar sangat dirasakan. Misalnya, jika dulu tanam padi secara manual, 1 hektare itu dikerjakan 12 orang yang membutuhkan waktu satu hari full, dengan menggunakan transplanter, cukup tiga jam saja.
“Dengan bahan bakar minyak 4 liter. Ini pun hanya dikerjakan 1 orang," ujarnya.
Dengan kecepatan kerja ini, lanjut Daeng Tiro, turut menghemat biaya operasional. Sebab biaya tanam padi secara manual Rp 75 ribu per orang, sehingga jika tenaga kerjanya 12 orang, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 900 ribu per hektare. Namun dengan menggunakan transplanter hanya membutuhkan biaya yang sangat sedikit.
"Kami hanya mengeluarkan biaya beli bahan bakar minyak 4 liter, biayanya Rp 10 ribu per liter jadi totalnya Rp 40 ribu. Artinya perbedaan biayanya yang dikeluarkan sangat jauh. Kami bisa menabung lebih banyak, kalau dulu hasil padi hanya pas-pasan untuk biaya kebutuhan sehari-hari," tuturnya.
Terpisah, Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Kementan Andi Nur Alam Syah mengatakan, program Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman berhasil mensejahterakan petani dan tingkatkan produksi. Sesuai dengan kenyataan di lapangan, bantuan alsintan mampu menekan biaya operasional 35 persen hingga 48 persen dalam produksi petani.
"Dulu tanpa kemajuan mekanisasi ini, petani bisa membajak sawahnya 1 hektar berhari-hari, tapi ini cukup 2 hingga 3 jam saja. Artinya pembangunan pertanian yang dijalankan telah menunjukkan hasil yang membanggakan ," kata Andi Nur Alam pada Rapat Pemantapan Program Kerja Pengendalian Banjir Wilayah Disekitar Danau Tempe dan Danau Sidenreng di Kantor Dinas Pertanian Sulawesi Selatan, Senin (17/12).
Terkait program modernisasi lahan sawah danau tempe, Andi menuturkan, model pengembangan yang digunakan Kementan yakni melalui pendekatan korporasi yang terintegrasi dengan semua komplemen dari hulu sampai hilir. Pelaksanaanya secara sinergi bertahap dan partisipatif.
"Mulai dari membangun infrastruktur tata air dan jalan usaha tani, pengembangan komoditas strategis melalui alsintan modern, peningkatan kapasitas petani dan kelembangaan serta manajemen pembiayaan petani," tuturnya.
Perlu diketahui, tahun ini, Kementan mengalokasikan anggaran Rp 2,81 triliun untuk membeli 70.839 unit alsintan yang fokus pada subsektor padi, jagung dan kedelai. Per November 2018, anggaran dan target sudah terealisasi sebesar 98%, sehingga sekitar 69.196 unit alsintan sudah diberikan kepada 69.196 kelompok tani dengan luas lahan sekitar 500 hektare.