Senin 17 Dec 2018 13:59 WIB

Sri Mulyani: Ekspor Indonesia Tertekan Ekonomi Cina

Permintaan Cina berkurang dan ada perang dagang dengan AS.

Red: Nur Aini
Ilustrasi ekspor impor.
Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Ilustrasi ekspor impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja ekspor masih terdampak tekanan eksternal, yang salah satunya karena pengurangan permintaan dari negara tujuan utama seperti Cina.

"Ini harus dilihat secara hati-hati karena pertumbuhan ekonomi Cina lagi ada penyesuaian dari sisi internal atau karena ada perang dagang dengan AS," katanya di Jakarta, Senin (17/12).

Sri Mulyani menambahkan perlemahan kinerja ekspor juga terjadi akibat lesunya perdagangan dengan pasar nontradisional, seperti di Amerika Latin dan Afrika, yang ikut terdampak kondisi global. "Pasar-pasar baru, barangkali dalam kondisi ekonomi sekarang, tendensinya menjadi lemah. Jadi, kemampuan untuk menyerap ekspor jadi terbatas," ujarnya.

Selain itu, menurut dia, terdapat juga komoditas ekspor yang sensitif terhadap isu-isu nonekonomi, seperti CPO, sehingga ikut mengurangi permintaan di negara-negara Eropa.

Melihat kondisi global yang diliputi ketidakpastian tersebut, pemerintah terus memperkuat daya saing ekspor dengan memberikan insentif kepada eksportir agar gairah sektor perdagangan tidak melemah.

"Ekspor dipacu dari sisi daya kompetisi kita, melalui berbagai kebijakan untuk mendukung, seperti insentif. Namun, kita perlu memahami, dinamika pasar global sedang sangat tinggi atau tidak menentu," ujarnya.

Dari sisi impor, pemerintah akan melakukan kajian lebih mendalam atas kebijakan pengurangan impor yang sudah diterbitkan sebelumnya, seperti peningkatan tarif PPh impor, yang sebetulnya dari segi volume mengalami penurunan.

"Untuk sektor lain, migas dan nonmigas harus tetap perhatikan kemampuan industri dalam negeri untuk menghasilkan subtitusi, jadi kita tetap fokus dalam porsi itu," tambah Sri Mulyani.

Ia memastikan upaya pengelolaan sektor perdagangan itu harus diupayakan untuk menahan pelebaran defisit neraca transaksi berjalan yang saat ini telah mendekati tiga persen terhadap PDB.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mencatatkan defisit neraca perdagangan pada November 2018 tercatat sebesar 2,05 miliar dolar AS, yang berasal dari realisasi ekspor 14,83 miliar dolar AS dan impor 16,88 miliar dolar AS.

Dengan demikian, secara akumulatif, neraca perdagangan Januari-November 2018 telah tercatat defisit sebesar 7,52 miliar dolar AS dan makin berpotensi membebani neraca transaksi berjalan.

Baca: Defisit Neraca Perdagangan Tembus 2,05 Miliar Dolar AS

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement