REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Center of Industry, Trade, and Investment, INDEF, Andry Satrio Nugroho, menyoroti rencana Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar (Cak Imin) membentuk Satgas impor. Andry menilai inisiasi yang dilakukan Cak Imin merupakan bukti kurangnya komunikasi dan koordinasi lintasmenteri.
"Ini sekali lagi bukti besarnya kabinet ini akan selalu memiliki kelemahan koordinasi lintas kementerian," ujar Andry dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad (8/12/2024).
Andry menyebut gagasan Cak Imin akan tumpang tindih dengan satgas impor yang sudah ada. Andry mengatakan satgas impor (ilegal) sudah dibentuk oleh Kementerian Perdagangan melalui Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 932 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor.
"Minimal Menko PM ngobrol dengan Menko Ekonomi yang mana saat ini satgas impor sudah ada di bawah kementerian koordinasi beliau, yakni Kementerian Perdagangan," ucap Andry.
Menurut Andry, satgas impor di bawah Kementerian Perdagangan yang akan berakhir di Desember 2024 seharusnya dievaluasi sejauh mana keberhasilannya, bukan membentuk satgas impor baru. Andry menyampaikan evaluasi tersebut guna memgetahui seberapa efektif satgas untuk membendung produk impor.
"Khususnya produk ilegal karena minim pelaku impor ilegal yang ditindak. Bahkan, menurut saya bukan hanya satgas impor saja, tetapi juga seluruh instrumen Kemendag dalam mengamankan pasar domestik dari impor yang tidak adil, seperti praktik dumping, subsidi, mengakali kuota, menggeser HS, dan sebagainya itu juga harus dievaluasi," sambung Andry.
Selain itu, upaya untuk mengevaluasi kebijakan lartas juga diperlukan mengingat Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dinilai sarat kepentingan tertentu. Andry menyebut hal ini berbahaya bagi industri domestik dan para pelaku UMKM.
Andry mengingatkan 2025 adalah tahun krusial karena akan terjadi perang dagang yang melibatkan AS dan Cina dengan kebijakan Presiden Trump yang akan menaikkan tarif masuk produk asal Cina hingga 60 persen. Bahkan, kebijakan tarif ini juga akan diberikan kepada Vietnam yang memberikan sumbangan defisit perdagangan yang besar kepada AS.
"Ingat, tahun depan babak baru perang dagang, Indonesia bisa saja semakin dibanjiri produk dari Cina, bahkan tidak mungkin dari Vietnam juga karena mereka akan kehilangan pasar AS," ucap Andry.
Andry mengatakan kemampuan Cina yang tidak mampu menyerap produk yang dihasilkan terjadi akibat perlambatan permintaan domestik di negeri tirai bambu tersebut. Hal ini akan mendorong Cina untuk mengincar pasar-pasar baru. dan minimayatidak diwaspadai, maka Cina akan semakin banyak membuang produknya ke pasar Indonesia.
Menurut Andry, tidak ada waktu banyak untuk menciptakan ekosistem industri domestik yang sehat dan menghadirkan koordinasi lintas kementerian yang baik. Jika tidak, pelaku industri akan terus merugi dan pasar domestik akan dikuasai produk impor.
"Kita saat ini berkejaran dengan waktu. Tidak perlu ada lagi ketidaksinkronan kebijakan dan minimnya koordinasi antar kementerian, jika hal ini tidak terselesaikan maka konsekuensinya adalah kerusakan ekosistem industri domestik. Implikasinya tentu akan semakin banyak lagi pekerja yang di PHK dan menganggur ke depannya," kata Andry.