REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia merosot pada akhir perdagangan Senin (10/12) atau Selasa (11/12) pagi WIB). Anjloknya harga minya di pasar global ini menyusul kesepakatan pengurangan produksi antara OPEC dan sekutu-sekutunya, karena berlanjutnya pelemahan pasar saham memicu kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Pasar saham AS memperpanjang kerugian dramatis dalam perdagangan intraday pada Senin (10/12). Indeks Dow mencapai titik terendah dan menghapus lebih dari 500 poin pada titik terendahnya. Penurunan tajam terjadi segera setelah kerugian curam pekan lalu.
Para analis memperingatkan bahwa kemerosotan pasar saham akan berubah menjadi melemahkan pasar minyak, karena status quo negatif memicu kekhawatiran ekonomi global yang lebih lambat dari perkiraan dan prospek permintaan yang memburuk.
Harga minyak sempat rebound pada Jumat (7/12) setelah OPEC dan sekutunya termasuk Rusia setuju untuk memangkas produksi minyak dengan total 1,2 juta barel per hari. Skema pengurangan datang di hadapan permintaan berulang Presiden AS Donald Trump untuk penurunan harga lebih lanjut.
Menteri Energi, Industri dan Sumber Daya Mineral Saudi, Khalid al-Falih pada Senin (10/12) membahas kondisi pasar minyak dengan Menteri Energi AS Rick Perry selama kunjungan Perry ke Dhahran, Arab Saudi.
Al-Falih mengatakan di Twitter bahwa mereka juga berbicara tentang "upaya Kerajaan untuk mengembangkan teknologi guna mengurangi emisi karbon, efisiensi energi dan peluang untuk kerja sama teknis antara kedua negara."
Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari turun 1,61 dolar AS, menjadi menetap di 51 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Januari turun 1,7 dolar AS menjadi ditutup pada 59,97 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.