REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalu Dirjen Kekayaan Negara akan mulai melaksanakan asuransi Barang Milik Negara (BMN) dalam Tahun Anggaran 2019 dengan nilai aset sebesar Rp 10 triliun. Upaya Kemenkeu untuk membentuk konsorsium asuransi BMN disambut baik.
"Dengan menyertakan beberapa asuransi dalam konsorsium BMN akan memberikan stimulus bagi pasar asuransi umum yang tiga tahun terakhir lesu," ujar Pengamat asuransi Irvan Rahardjo saat dihubungi Republika.co.id pada Ahad (9/12).
Hanya saja, banyaknya aset negara yang status legalitas kepemilikannya bersalah menjadi kendala yang dihadapi.
Irvan menambahkan, ABMN diatur dalam PMK No 247 /PMK.06/2016 tentang Asuransi Barang Milik Negara, kriteria ABMN berlokasi di daerah rawan bencana, berdampak besar terhadap pelayanan umum apabila rusak/hilang dan menunjang kelancaran tugas dan fungsi penyelenggraan pemerintah. "Lokasi rawan bencana sesuai indeks rawan bencana yg dikeluarkan BNPB pasal tujuh butir empat," katanya.
Dengan kriteria tersebut, BMN yang bisa diasuransikan untuk menghadapi bencana seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, huru-hara, kebakaran sangat besar. "Diperkirakan jumlahnya mencapai Rp 40 triliun," ujarnya.
Menurutnya, titik kritis pada asuransi BMN adalah kemampuan APBN membayar premi dan legalitas kepemilikan BMN.