Rabu 05 Dec 2018 19:54 WIB

Ekonom Indef Ungkap Penyebab Rupiah Melemah

Dunia usaha diminta berhati-hati dalam membuat perencanaan pada 2019.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Teguh Firmansyah
Rupiah (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Rupiah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pelemahan rupiah yang terjadi pada Rabu (5/12) disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, cicitan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang membuat spekulasi meredanya perang dagang sulit tercapai pascagenjatan senjata 90 hari.

Selain itu, Bhima menambahkan, faktor ekspektasi pelaku pasar yang terbelah menjelang rapat bank sentral Amerika The Federal Reserve (The Fed) pada 18-19 Desember mendatang juga memengaruhi. Kemungkinan besar, The Fed menaikkan tingkat suku bunga acuan berkisar. "Ini menjadi sentimen yang tidak baik bagi rupiah," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (5/12).

Baca juga, Kurs Rupiah Ditutup Melemah 111 Poin.

Faktor terakhir, fluktuasi harga minyak berimbas pada proyeksi defisit transaksi berjalan yang semakin lebar. Bhima menjelaskan, beberapa pelaku pasar juga langsung mengambil langkah profit taking menyusul naiknya IHSG yang terlampau cepat.

Bhima mengatakan, hal ini harus diperhatikan khususnya oleh pengusaha. Ia menganjurkan, dunia usaha harus lebih berhati-hati dalam membuat perencanaan pada 2019. Efisiensi biaya produksi terutama yang bahan bakunya impor harus dilakukan.

Ketika rupiah tengah menguat, pengusaha harus memanfaatkannya segera sebagai momentum sementara yang pas untuk menambah stok bahan baku. Kemudian, bagi yang memiliki utang luar negeri juga jangan lupa melakukan hedging dengan beragam instrumen. "Tujuannya, untuk menekan risiko," ujar Bhima.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengakui, dinamika global masih menjadi tantangan terberat pengusaha pada 2019, khsuusnya perang dagang antara Amerika dengan Cina. Kondisi ini mempengaruhi sentimen pelaku usaha. Meski sempat dikatakan mereka pada pertemuan G20, ia pesimistis, tensi dapat terus mereda karena tidak adanya kelanjutan upaya yang lebih riil.

Selain faktor eksternal, tahun politik 2019 juga mempengaruhi sentimen pelaku usaha. Sebab, menteri-menteri dalam kabinet belum terbentuk pada periode tersebut sampai Oktober 2019. "Ini mempengaruhi penilian kami di dalam negeri, belum optimal untuk pencapaian target-target itu," ujar Hariyadi.

Tidak kalah penting, Hariyadi menambahkan, tumpang tindih regulasi perizinan di tingkat pemerintah daerah juga masih menjadi tantangan. Sistem One Single Submission (OSS) yang dicanangkan pemerintah untuk mempermudah investasi nyatanya belum menunjukkan hasil karena sulit digunakan.

Mata uang rupiah ditutup melemah pada hari ini. Pelemahan terjadi  setelah beberapa terakhir  kurs rupiah bergerak menguat terhadap mata uang dolar AS.  Berdasarkan data Bloomberg, Rabu, (5/12), nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,78 persen atau 111 poin. Dengan begitu berada di level Rp 14.403 per dolar AS.

Sepanjang hari ini, laju rupiah memang terus berada di zona merah. Pagi tadi pun dibuka melemah 0,5 persen atau 71 poin ke Rp 14.363 per dolar AS.  Kemudian sekitar pukul 11.30 WIB, rupiah mulai memasuki level Rp 14.400 per dolar AS. Dengan pelemahan 131 poin ke Rp 14.423 per dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement