Senin 03 Dec 2018 20:45 WIB

BPS: Jelang Akhir Tahun Harga Pangan Terkendali

Kenaikan harga beras wajar dan tidak jauh berbeda dengan harga periode sama pada 2017

Red: EH Ismail
BPS merilis inflasi yang terjadi pada November 2018.
BPS merilis inflasi yang terjadi pada November 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya pemerintah, khususnya Kementrian Pertanian menjaga stabilitas harga bahan pangan menunjukkan hasil positif. Mendekati akhir tahun, secara umum harga masih terkendali. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras mengalami kenaikan antara 1,3 -  2,52 persen pada November 2018. Baik beras kualitas premium, medium, maupun rendah.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, meski mengalami kenaikan harga tersebut masih wajar karena tidak jauh berbeda dengan harga beras pada periode sama pada 2017.

"Dibandingkan November 2017 kenaikan ini masih oke, masih wajar terkendali,"  kata Suharyanto dalam konferensi pers, Senin (3/12), di Gedung BPS.

BPS juga merilis indeks harga konsumen November 2018. Selama bulan itu, terjadi inflasi sebesar 0,27% (month to month). Sementara secara tahunan atau (year on year) sebesar 3,23% tingkat inflasi di November 2018.

"Perkembangan harga berbagai komoditas di November secara umum adanya kenaikan," ujar Suhariyanto.

Ia menambahkan, dari 82 kota, 70 kota mengalami inflasi, dan 12 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Merauke 0,25% sedangkan terendah di Balikpapan 0,01%. Meski inflasi November 2018 di atas ekspektasi pasar, namun menurut Suhariyanto itu hal bagus.                                           

"Yang membedakan November ini lebih rendah dari Oktober yang sebesar 0,28%. Ini bagus artinya harga-harga terkendali," tuturnya.

Ia menambahkan tahun-tahun sebelumnya November biasanya lebih tinggi karena mendekati akhir tahun.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        Sementara Nilai Tukar Petani (NTP) November 2018 berdasarkan data BPS sebesar 103,12 atau naik 0,09 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Kenaikan NTP dipicu indeks harga yang diterima petani (lt) naik sebesar 0,26 persen. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani (lb) turun sebesar 0,17 persen.                                                                                 

Provinsi Sulawesi Barat mengalami kenaikan tertinggi (1,74 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Riau mengalami penurunan terbesar (1,92 persen) dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya.

 “Kenaikan NTP pada November 2018 disebabkan indeks harga hasil produksi pertanian mengalami kenaikan sedangkan indeks harga barang dan jasa yang dibayar mengalami penurunan," ujarnya.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, angka-angka rilis terbaru BPS ini menunjukkan arah pembangunan sektor pertanian sudah di jalur yang benar.

“NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani,” kata Kuntoro.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement