Senin 26 Nov 2018 10:12 WIB

Ekonom: IE-CEPA Bantu Dorong Industri Dalam Negeri

Kerja sama dengan Uni Eropa belum termanfaatkan dengan maksimal.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Aktivitas ekspor impor.
Foto: bea cukai
Aktivitas ekspor impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai, perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-European Free Trade Association/EFTA (IE-CEPA) akan lebih banyak mendatangkan dampak positif kepada Indonesia, dibanding dengan efek negatif. Salah satunya adalah meningkatkan intensitas perdagangan dengan Uni Eropa.

Fithra mengatakan, Indonesia sudah memiliki riwayat hubungan dagang dengan Uni Eropa sejak lama, namun trennya tidak terlalu dimanfaatkan. Dengan perjanjian ini, akses pasar ke dua kawasan semakin terbuka sehingga mampu meningkatkan aktivitas perdagangan. "Apalagi, produk kita lebih komplementer dan pasar di Eropa juga terbuka lebar dengan produk Indonesia," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, kemarin.

Selain itu, IE-CEPA juga berpotensi menimbulkan kenaikan investasi dari Uni Eropa ke Indonesia. Sebab, ceruk perdagangan internasional biasanya akan diikuti dengan investasi. Fithra menambahkan, kemungkinan lain adalah peningkatan global production network, terutama dengan Uni Eropa.

Investasi tersebut memang tidak akan menghasilkan efek jangka pendek. Tapi, dari investasi Uni Eropa, industri dapat terbantu untuk membuka pabrik di sektor-sektor yang berpotensi. 

 

"Di samping itu, tenaga kerja kita dapat terserap. Sebab, Uni Eropa mengincar upah buruh kita yang lebih murah," katanya.

Secara bersamaan, perjanjian IE-CEPA dapat menjadi titik awal Indonesia untuk membuka pasar internasional lebih lebar. Fithra menyebutkan, salah satunya adalah dengan Inggris. Terlepas dari Brexit, Indonesia harus melakukan perjanjian dengan Inggris secara lebih bilateral mengingat pasar mereka yang berpotensi besar.

Di sisi lain, IE-CEPA juga menuntut pemerintah dan industri untuk memproduksi barang yang bernilai tambah tinggi. Tujuannya, agar ekspor Indonesia ke Uni Eropa bisa berkelanjutan dan tidak bergantung ke komoditas primer.

Fithra menambahkan, dalam IE-CEPA, Indonesia berpotensi mengalami defisit perdagangan. Sebab, tipikal ekspor Indonesia adalah produk minim nilai tambah, sedangkan produk yang diimpor bernilai tambah tinggi dari Uni Eropa. "Tapi, produk yang diimpor ini kan tujuannya untuk kebutuhan produksi dan industri. Jadi, harapannya, dapat boosting industri," ujarnya.

Untuk mengantisipasi defisit perdagangan, Fithra menganjurkan pemerintah untuk fokus pada meningkatkan nilai tambah produk yang akan diekspor. Sebaiknya, minimalisir ekspor berbasis komoditas. Upaya ini memang butuh waktu, tapi akan berdampak positif yang berkelanjutan untuk industri dalam negeri.

Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengapresiasi kinerja pemerintah Indonesia yang terlibat dalam penyelesaian perundingan IE-CEPA. Hal ini disampaikannya mengingat perundingan yang membutuhkan waktu hingga delapan tahun.

Rampungnya perundingan ditandai dengan penandatanganan Pernyataan Bersama di Sekretariat EFTA, Jenewa, Swiss pada Jumat (23/11). Perjanjian akan secara resmi ditandatangani di Jakarta pada Desember. "Ini menandakan langkah besar perjanjian multilateral dari Indonesia," tutur Pieter.

Dengan IE-CEPA, Pieter mengatakan, akses pasar barang kedua pihak akan semakin luas. Di samping itu, perundingan IE-CEPA dapat mencipakan landasan bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dari negara ASEAN lain. Khususnya Singapura dan Filipina yang telah menyelesaikan perjanjian perdagangan dengan EFTA terlebih dahulu.

Tapi, Pieter menambahkan, pemerintah masih memiliki permasalahan besar dalam setiap melakukan perundingan internasional. Standing position Indonesia terbilang belum kuat dan tidak memiliki pedoman jelas. "Kalau begitu terus, kita akan terus terbawa dalam arus kepentingan negara lain dan misi perdagangannya jadi tidak efektif," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menandatangani Pernyataan Bersama (Joint Statement) diselesaikannya perundingan IE CEPA di Sekretariat EFTA, Jenewa, Swiss, Jumat (23/11). Penandatanganan tersebut dilakukan Enggar bersama empat menteri Negara EFTA, yang terdiri dari Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement