Senin 26 Nov 2018 09:44 WIB

Program Peningkatan Ekspor Harus Disiapkan Matang

Program harus diimplementasikan sungguh-sungguh oleh jajaran di bawah Presiden.

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah perlu segera menyiapkan program jangka pendek maupun jangka panjang secara lebih serius, untuk meningkatkan ekspor produk barang dan jasa. Peningkatan nilai ekspor barang dan jasa selain mencegah terjadinya defisit transaksi berjalan seperti yang terjadi pada triwulan III 2018, juga untuk menciptakan lapangan pekerjaan.

Langkah ini sekaligus meningkatkan pertambahan cadangan devisa negara yang pada akhirnya akan membawa kemajuan ekonomi bangsa dan negara Indonesia di masa depan. Hal itu mengemuka dalam acara diskusi publik dengan tema 'Mendorong Keseriusan Pemerintah Meningkatkan Ekspor untuk Indonesia yang Lebih Baik' yang dihelat Public Trust Institut, di Jakarta.

Dosen Laboratorium Statistik P3M Universitas Indonesia (UI) Andy Azisi Amin mengingatkan bahaya defisit transaksi berjalan bila terus terulang. Indonesia yang merupakan negara dengan populasinya terbanyak ke-4 di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat akan banyak bergantung kepada negara lain. "Itu menjadi sangat berbahaya," ujar dia.

Solusinya, ujar Andy, tidak bisa diselesaikan hanya lewat crash program. Tapi harus dipersiapkan sejak lama dan juga untuk jangka waktu lama. Program tersebut harus dapat meningkatkan nilai ekspor. "Jika kita dapat melakukan program peningkatan ekspor berarti kita dapat membuat program peningkatan nilai tambah apapun yang dihasilkan oleh tenaga kerja kita di dalam negeri,” kata Andy.

    

Lebih lanjut direktur Salemba Real Estate Institut ini memaparkan, defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2018 semakin membengkak menjadi 8,8 miliar dolar AS atau 3,37 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kecenderungan ini mengkhawatirkan dan menjadi yang tertinggi setelah kuartal II 2014 yang pernah mencapai 9,5 miliar dolar AS atau 4,26 persen dari PDB.  

"Program  peningkatan ekspor bagi pemerintah sebaiknya jangan hanya jangka pendek melainkan juga jangka panjang untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Selain itu pemerintah juga harus sungguh-sungguh melakukan pengendalian impor," ujar Andy menegaskan.

Program tersebut bukan hanya serius disampaikan oleh Presiden Joko Widodo tapi juga harus diimplementasikan secara sungguh sungguh oleh jajaran di bawahnya. "Dengan begitu, dunia usaha akan merasakan bahwa pemerintah secara sungguh-sungguh mengawal regulasi yang sudah dibuat," ujar dia menambahkan.

Diskudi dihadiri mahasiswa dan dosen-dosen dari Institut STIAMI dan Universitas Nasional Jakarta. Sebagai pembicara lainnya, dosen Kebijakan Publik Administrasi Bisnis Institut STIAMI Eman Sulaeman Nasim mendukung program pemerintahan  Presiden Joko Widodo yang akan mengubah defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan dengan meningkatkan ekspor.

Agar nilai ekspor lebih besar akan dilakukan upaya menyiapkan produk-produk yang berkualitas termasuk dari sisi desain dan kemasan, juga diversifikasi pasar. Namun, Eman menyayangkan implementasi dilapangan, sering kali jauh dari kenyataan. "Ini juga yang membuat Presiden Jokowi tidak sabar atas kinerja aparat di bawahnya," kata dia.

Jadi, program Presiden Joko Widodo harus didukung dengan kerja keras oleh aparat di bawahnya. Selain menteri, dirjen, juga direktur di setiap kementerian, dukungan harus diberikan oleh para kepala daerah baik gubernur, bupati maupun wali kota serta para kepala dinas.

Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas produk ekspor dan nilai ekspor harus terus diupayakan. "Jika kita sungguh-sungguh yakin, bisa," ujar Eman menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement