Kamis 22 Nov 2018 17:38 WIB

Bisnis Fintech Pinjaman dan Pembayaran akan Mendominasi

Model bisnis fintech pinjaman tidak akan se-booming fintech pembayaran

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Fintech (ilustrasi)
Foto: flicker.com
Fintech (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech) menyebut empat modal bisnis fintech yang akan semakin mendominasi di pasar Indonesia. Empat model bisnis ini adalah peer to peer (p2p) lending, payment, insurance technology (insurtech) dan kategori well management seperti crowdfunding.

Ketua Harian Aftech Kuseryansyah menjelaskan, perkembangan keempat sektor tersebut sudah terlihat dari tahun ini dan akan semakin signifikan pada 2019. Khususnya untuk payment atau pembayaran yang kini sudah menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat. "Kita lihat Gopay, Ovo dan sebagainya. Sekarang semakin banyak digunakan," tuturnya dalam Fintech Media Clinic by Aftech di Jakarta, Kamis (22/11).

Kuseryansyah menjelaskan, untuk p2p lending masih akan tetap diminati masyarakat Indonesia. Hanya saja, karena tidak menjadi kebutuhan sehari-hari, model bisnis ini tidak akan se-booming payment.

Apalagi, kini beberapa perusahaan sudah mulai menyediakan payment gateway masing-masing yang membuat penetrasi ke masyarakat semakin tinggi. Tren ini tidak hanya terjadi di Indonesia.

Kuseryansyah mengatakan, di Eropa dan Cina, gelombang fintech selalu didominasi oleh model bisnis payment gateway dan p2p lending. Tahap berikutnya, diisi dengan insurtech.

"Di Indonesia sendiri sudah ada tiga perusahaan yang terdaftar di Aftech dan diprediksi akan bertambah," ujarnya.

Gelombang berikutnya datang dari kelompok well management atau yang terkait dengan crowdfunding pasar modal. Kuseryansyah mengatakan, modal bisnis ini akan semakin booming seiring dengan rencana penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang crowdfunding pasar modal.

Satu grup lagi yang akan terus tumbuh di Indonesia adalah agregator atau marketplace. Contoh perusahaan yang sudah berdiri di Indonesia adalah Cermati dan Cekaja.

"Kemarin, ada lagi yang mau mendaftar, yakni Warung Desa. Ke depannya, platform comparison ini akan semakin berkembang, baik yang fokus ke fintech dan jasa lain," tutur Kuseryansyah.

Kuseryansyah optimistis, pertumbuhan industri fintech akan terus meningkat di Indonesia. Penyebabnya, peningkatan penggunaan telepon seluler, kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia, khususnya gaya hidup generasi milenial.

Dengan potensi ini, Aftech yakin bahwa industri fintech dapat memainkan peran penting dalam membantu meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.

Ketua Eksekutif Bidang Cashloan Aftech dan CEO Dompetkilat Sunu Widyatmoko menjelaskan, tantangan terbesar fintech saat ini adalah perusahaan ilegal yang sulit dicabut dari akar. Kondisi ini diperparah dengan pemahaman masyarakat Indonesia yang masih terbatas untuk membedakan fintech legal dan ilegal.

Sunu menjelaskan, masyarakat dapat memastikan legalitas perusahaan fintech melalui situs OJK. Apabila tidak terdaftar, dapat dipastikan perusahaan tersebut merupakan ilegal.

"Tidak hanya merugikan masyarakat, hal ini juga merugikan industri fintech pinjaman online secara keseluruhan," ucapnya.

Sunu menambahkan, perusahaan fintech yang belum terdaftar secara resmi di asosiasi dan OJK merugikan industri karena dapat merusak kepercayaan masyarakat akan fintech. Khususnya, fintech di sektor p2p lending.

Aftech bersama Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) secara aktif melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, termasuk kesadaran mengecek legalitas perusahaan fintech.

Untuk mengatasi hal tersebut, Sunu menjelaskan, Aftech juga sudah memiliki sikap yang tegas dalam menghadapi perusahaan fintech yang terbukti menyalahi peraturan atau kode etik. "Kalau perusahaan terbukti melanggar, kita akan menolak pengajuan keanggotaan atau status keanggotaan dari asosiasi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement