Sabtu 17 Nov 2018 18:02 WIB

Obligasi Daerah Butuh Waktu

Pemda dinilai belum punya pengalaman membuat unit pengelola utang.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ani Nursalikah
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen (ketiga kiri) dan Direktur Utama BEI Inarno Djajadi (ketiga kanan) bersama para direktur Lembaga Regulasi Mandiri (SRO) pasar modal hadir dalam silaturahim bersama jurnalis di Solo pada Jumat (16/11). OJK dan SRO menjelaskan perkembangan terkini pasar modal Indonesia.
Foto: Republika/Fuji Pratiwi
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen (ketiga kiri) dan Direktur Utama BEI Inarno Djajadi (ketiga kanan) bersama para direktur Lembaga Regulasi Mandiri (SRO) pasar modal hadir dalam silaturahim bersama jurnalis di Solo pada Jumat (16/11). OJK dan SRO menjelaskan perkembangan terkini pasar modal Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Obligasi yang diterbikan pemerintah daerah (obligasi daerah) dipandang butuh waktu. Sebab, ini tak hanya berkaitan dengan banyak hal di daerah.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen menjelaskan, bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan masih melakukan sosialisasi ke daerah. Bercermin pada panjangnya proses pembentukan Ditjen Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko di Kemenkeu dari semula hanya sebuah unit, OJK memahami bila penerbirtan obligasi oleh pemerintah daerah.

Melihat itu, Hoesen melihat penerbitan obligasi daerah butuh waktu karena pemda belum punya pengalaman membuat unit pengelola utang.

"Itu agar pemda bisa bayar kupon dan pokoknya," ujar Hoesen dalam silaturahim dengan para jurnalis pada Jumat (16/11).

Jika bicara minat, pemda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berminat. Karena itu, OJK melakukan pendampingan. Pada 2019, intensitas pendampingan akan OJK tingkatkan dengan mengajak pihak lain, seperti bank investasi dan lembaga regulasi mandiri (SRO) pasar modal.

Hoesen menyatakan, ada pula daerah yang sudah maju dengan melakukan emisi obligasi oleh BUMD. Namun, Hoesen menekankan, obligasi yang diemisi oleh pemda berbeda dengan emisi obligasi oleh BUMD.

"Emisi obligasi oleh BUMD perlakukannya seperti emisi obligasi korporasi biasa," kata dia.

Karena itu, membangun pemahaman soal jenis surat utang pun penting. Belum lagi pilihan aset daerah yang akan menjadi underlying emisi obligasi. Hal ini untuk memastikan pemda memilih underlying berupa proyek produktif sehingga bisa membayar utang.

"Ada yang ingin underlying-nya pariwisata, ada yang taman, ada juga fasilitas seperti stadion. Harus dilihat, apakah fasilitas ini menghasilkan pendapatan bagi daerah? Kami ingin obligasi daerah ini untuk pembangunan produktif," kata Hoesen.

Selain obligasi daerah, OJK juga sedang mengkaji kemungkinan adanya perusahaan efek daerah (PED). Sejauh ini, OJK tengah mempersiapkan regulasinya dan akan meminta tanggapan publik. OJK sudah menyampaikan ke daerah dan ada BPD yang menunjukan minat.

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengatakan, sebagai dukungan rencana PED, SRO sudah membentuk PT IT dengan investasi masing-masing SRO Rp 25 miliar. Perusahaan ini akan beroperasi dalam waktu dekat.

"PT IT akan membantu menopang backoffice perusahaan efek daerah," kata Inarno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement