Senin 19 Nov 2018 00:13 WIB

Konsultasi Syariah: Beli Rumah Melalui Bank Syariah

Bank menjual dengan skema murabahah kepada nasabah.

Karyawati melayani nasabah di Banking Hall Bank BTN Syariah, Jakarta, Selasa (30/5). PT Bank Tabungan Negara (BTN) bekerjasama dengan PT Sarana Multigriya Finansial terkait transaksi sekuritas pembiayaan pemilikan rumah (KPR iB) dengan skema Efek Beragun Aset Syariah berbentuk Surat Partisipasi (EBAS-SP).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati melayani nasabah di Banking Hall Bank BTN Syariah, Jakarta, Selasa (30/5). PT Bank Tabungan Negara (BTN) bekerjasama dengan PT Sarana Multigriya Finansial terkait transaksi sekuritas pembiayaan pemilikan rumah (KPR iB) dengan skema Efek Beragun Aset Syariah berbentuk Surat Partisipasi (EBAS-SP).

REPUBLIKA.CO.ID, Diasuh oleh Dr Oni Sahroni, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Pertanyaan:

Assalamualaikum, Ustaz.

Saat ini banyak sekali developer yang menjual properti melalui bank syariah karena ketidakmampuan nasabah dalam melakukan pembayaran secara tunai. Bagaimana tahapan pembelian rumah melalui bank syariah dan penjelasan dalam fikih?

Azis - Depok

 

Jawaban:

Waalaikumussalam wr wb.

Tahapan teknis pembelian properti melalui bank syariah mungkin berbeda dari satu bank syariah ke bank syariah yang lain. Berikut adalah contoh dan landasan fikihnya.

Tahap pertama, nasabah mengajukan pembiayaan rumah dengan skema murabahah kepada bank syariah dengan menyertakan beberapa dokumen yang menunjukkan kemampuan finansialnya sebagai pembeli. Menurut fikih, tahapan ini lazim sebagai mitigasi risiko, bukti keseriusan dan memastikan kemampuan finansial nasabah sebagai pembeli.

Sebagaimana penegasan Ibnu Taimiyah, "Risiko terbagi menjadi dua. Pertama, risiko bisnis, yaitu seseorang membeli barang dengan tujuan menjualnya kembali dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, dan selanjutnya dia bertawakal kepada Allah SWT atas hal tersebut. Kedua, risiko untung-untungan, yaitu risiko yang mengandung unsur memakan harta orang lain secara batil. Risiko ini yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya."

Tahap kedua, persetujuan bank syariah terhadap pengajuan pembiayaan nasabah dengan dikeluarkannya SP3 setelah ada verifikasi dan validasi terhadap dokumen-dokumen nasabah, juga setelah melakukan penaksiran terhadap barang yang akan dibeli oleh bank.

Kemudian, bank syariah menuangkannya dalam SP3 yang terdiri atas struktur pembiayaan, yaitu menentukan berapa harga jual dari developer ke bank syariah yang kemudian dijual kepada nasabah dengan harga dan DP sesuai kesepakatan.

Dari aspek fikih, penaksiran tersebut untuk memastikan objek jual (rumah) agar harga jual, harga beli, dan rumah itu jelas adanya (terhindar dari gharar). Jaminan juga diperkenankan sebagaimana hadis Rasulullah dari 'Aisyah RA, "Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya." (HR Bukhari dan Muslim).

Juga firman Allah SWT, "Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang juru tulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang ..." (QS al-Baqarah: 283).

Tahap ketiga, bank syariah membeli rumah dari developer pemilik rumah tersebut. Fatwa DSN MUI memperkenankan transaksi pembelian ini menggunakan standar minimal, yaitu pernyataan ijab kabul antara bank syariah dan developer.

Dengan ijab kabul ini, beralihlah kepemilikan rumah tersebut dari developer ke bank syariah sebagaimana mazhab Syafi'i yang memperkenankan perpindahan kepemilikan itu terjadi dengan sekadar ijab kabul.

Transaksi ini menjadi keniscayaan agar bank bisa melakukan jual secara murabahah kepada nasabah. Sebab, jika ini tidak dilakukan, bank menjual sesuatu yang belum dimilikinya.

Tahap keempat, bank menjual dengan skema murabahah kepada nasabah dengan harga jual yang terdiri atas harga beli dan margin yang disebutkan dalam akad murabahah sebagaimana yang tertuang dalam SP3. Sementara itu, biaya-biaya lain seperti administrasi dan notaris biasanya dibayar oleh nasabah dan tidak dimasukkan ke dalam harga jual.

Tahap kelima, bank syariah mencairkan dana dalam jumlah tertentu kepada developer melalui rekening nasabah sebagai pelunasan atas transaksi pembelian bank kepada developer seperti yang terjadi dalam tahap ketiga. Sedangkan, sisanya akan dibayarkan oleh nasabah kepada developer sebagai DP dan menjadi faktor pengurang total kewajiban nasabah sebagai pembeli.

Selanjutnya, nasabah mencicil ke bank syariah hingga akhir angsuran selesai dan rumah tersebut menjadi milik nasabah. Semoga Allah yang Maha Rahman memudahkan dan meridhai setiap ikhtiar kita. Wallahu'alam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement