Rabu 07 Nov 2018 13:59 WIB

Jadi Lumbung Pangan 2045, Indonesia Kembangkan Pangan Lokal

Kementan sudah menyiapkan cetak biru ketahanan pangan 2045.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Friska Yolanda
Petani memanen cabai merah di Desa Kertagenah Tengah, Kadur, Pamekasan, Jawa Timur, Selasa (6/11/2018).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Petani memanen cabai merah di Desa Kertagenah Tengah, Kadur, Pamekasan, Jawa Timur, Selasa (6/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kementerian Pertanian sudah memiliki cetak biru menjadi lumbung pangan dunia pada 2045. Bukan hanya berbasis beras, cetak biru ini juga mencakup semua komoditas lokal.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Muhammad Syakir mengatakan, pangan lokal menjadi kekuatan bangsa, kekayaan bangsa yang terbesar di dunia. Pemberdayaan pangan lokal juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor gandum sebagai bahan baku terigu.

"Dan hari ini kita menunjukkan bahwa teknologi sudah siap (dalam memanfaatkan pangan lokal)," katanya dalam acara Pangan Lokal Fiesta di Auditorium Sadikin Sumintawikarta, Kampus Pertanian Cimanggu, Bogor, Rabu (7/11).

Poduk yang dihasilkan dari pangan lokal seperti ubi kayu, sorghum, jagung dan hanjeli juga mampu diterima masyarakat. Beberapa olahan yang banyak dihasilkan adalah nasi, mie dan lainnya.

"Sudah ada beberapa testimoni bahwa ini enak dan beberapa perusahaan sudah siap mengembangkan mie berbasis pangan lokal," kata dia. Perusahaan tersebut yakni PT Maxindo Karya Anugerah, PT Sampoerna Agro Tbk dan CV Agro Nirmala Sejahtera.

photo
Kepala Balitbangtan Muhammad Syakir, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Michael Wattimena dan Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi (tiga di tengah) memakan mie nongandum pada acara Pangan Lokal Fiesta di Auditorium Sadikin Sumintawikarta, Kampus Pertanian Cimanggu, Bogor, Rabu (7/11).

Sementara untuk daerah yang sudah mengonsumsi pangan lokal dalam jumlah besar diajak bekerja sama untuk terus membangkitkan kembali pangan lokal. Ia menambahkan, Balitbang telah memetakan produksi pangan lokal. Untuk sorgum diakuinya tumbuh baik di Nusa Tenggara Timur (NTT). Basis utama terbesar sagu berada di Papua dan Maluku begitiu juga dengan ubi kayu yang sudah banyak diolah dan dikonsumsi masyarakat.

"Jadi sekarang kita sudah memulai, sudah mengimplementasikan karena sesuatu inovasi baru harus diinovasikan dan diimplementasikan secara besar-besaran," ujarnya. Dengan begitu, Indonesia mampu mandiri pangan berbasis pangan lokal dan mengurangi impor pangan berbasis gandum secara signifikan.

Wakil Komisi IV DPR RI Michael Wattimena mendukung upaya pemerintah dalam mengembangkan potensi pangan lokal tersebut. Sebab, untuk memberdayakan masyarakat lokal yang ada dengan potensi lokal yang dimiliki. 

"Apa yang dilakukan litbang sekarang ini kami sangat mengapresiasi, sangat mendukung untuk ke depannya ditingkatkan kemajuan melalui teknologi," katanya.

Dukungan yang diberikan termasuk menyangkut anggaran. Diakui Michael, semua aktivitas bisa dapat terimplementasi dengan baik jika terfasilitasi dengan anggaran yang tersedia. Anggaran di Kementan untuk litbang menurutnya cukup mumpuni guna mengembangkan teknologi untuk memanfaatkan potensi-potensi pangan lokal yang ada. Dengan begitu, Indonesia tidak ketergantungan pada hanya salah satu produk pangan yang ada.

Namun, anggaran pertanian mengalami penurunan. Alasannya, pemerintah saat ini banyak berorientasi kepada pembangunan infrastruktur. Untuk tahun 2018, anggaran yang diterima adalah sekitar Rp 23 triliun sementara untuk tahun 2019 menjadi Rp 21 triliun. 

"Padahal kita komisi IV mendorong supaya kalau bisa tidak terjadi penurunan tapi peningkatan," kata dia. Sebab, Kementan berperan penting dalam rangka kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan yang semestinya menerima alokasi anggaran yang cukup. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement