Selasa 06 Nov 2018 13:10 WIB

Ekonom Ini Optimistis Tekanan Terhadap Rupiah akan Mereda

Di pasar obligasi, pihak asing melakukan net buying sehingga ada pasokan valuta asing

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Prospek Perbankan Syariah 2018. Pendiri Karim Consulting Indonesia, Adiwarman A Karim, memberikan paparan pada Outlook Perbankan Syariah 2018 di Jakarta, Rabu (8/11). Pembiayaan perumahan akan menjadi salah satu sektor pendorong pertumbuhan perbankan syariah yang berkualitas ke depan. Pasalnya, hingga Angustus 2017, perbankan syariah mencatatkan pertumbuhan pembiayaan perumahan mencapai 21 persen dibanding tahun sebelumnya.
Foto: Republika/ Wihdan
Prospek Perbankan Syariah 2018. Pendiri Karim Consulting Indonesia, Adiwarman A Karim, memberikan paparan pada Outlook Perbankan Syariah 2018 di Jakarta, Rabu (8/11). Pembiayaan perumahan akan menjadi salah satu sektor pendorong pertumbuhan perbankan syariah yang berkualitas ke depan. Pasalnya, hingga Angustus 2017, perbankan syariah mencatatkan pertumbuhan pembiayaan perumahan mencapai 21 persen dibanding tahun sebelumnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Adiwarman Azwar Karim menyampaikan, tekanan eksternal terhadap perekonomian Indonesia akan berangsur melemah pada akhir 2018. Perang dagang antara Amerika dan Cina akan mereda menjelang menjelang akhir tahun.

Pelemahan rupiah yang akhir-akhir ini terjadi, kata Adiwarman, juga kemungkinan merupakan efek domino dari pemilu paruh waktu AS yang dilaksanakan hari ini, Senin (6/11). Partai oposisi penguasa Presiden Donald Trump, Demokrat, diproyeksikan mengungguli Republik.

"Perang dagang AS-Cina tampaknya hanya merupakan taktik dalam menghadapi midterm election yang akan berakhir 6 November ini sehingga tekanan terhadap rupiah akan sedikit mereda setelah itu," kata dia dalam Kelas Intensif Ekonomi Islam Universitas Indonesia, Selasa (6/11).

Secara kekuasaan politik, kekuatan Trump akan melemah jika kalah dan ini dapat memengaruhi lima negara yang akan melakukan pemilu pada 2019. Lima negara ini juga dikenal sebagai fragile five yang memiliki defisit neraca berjalan, yakni Turki, Brasil, Afrika Selatan, India, dan Indonesia.

Defisit terjadi karena impor lebih tinggi daripada ekspor. Ini membuat aliran dolar lari ke luar negeri untuk impor sehingga rupiah melemah. Meski demikian, Adi yakin tekanan akan berkurang setelah pemilu paruh waktu tersebut.

Di pasar obligasi pemerintah pada kuartal III ini, pihak asing melakukan net buying sehingga ada pasokan valuta asing masuk ke Indonesia. Dengan begitu, tekanan terhadap rupiah akan berkurang. Selain itu, kondisi ekonomi AS yang telah membaik juga membawa pengaruh optimis.

"The Fed tampaknya tidak akan menaikkan bunga lagi pada Desember 2018 karena inflasi AS hampir mendekati dua persen, yaitu target inflasi yang ditetapkan the Fed," kata pendiri Karim Consulting Indonesia tersebut. 

Dengan demikian, anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) ini menambahkan, tekanan terhadap rupiah tidak bertambah. Bank Indonesia pun diduga tidak akan menaikkan suku bunganya. Indonesia hanya perlu fokus untuk memperbaiki neraca berjalan. Selain itu, dengan menurunkan impor juga meningkatkan ekspor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement