REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan pentingnya investasi riset kelapa sawit. Penegasan ini disampaikan saat memberikan paparan pada Konferensi Minyak Kelapa Sawit Indonesia (The Indonesian Palm Oil Conference/IPOC) 2018 di Nusa Dua, Bali pada Kamis (1/11) lalu.
Enggar menjelaskan, investasi riset dimaksudkan untuk menciptakan produk minyak kelapa sawit yang diperlukan oleh industri dan pengguna mancanegara. "Untuk meningkatkan ekspor komoditas kelapa sawit, kita harus mampu menciptakan kebutuhan dan membuka pasar ekspor di mancanegara. Kuncinya adalah melalui investasi riset dan pengembangan kelapa sawit," tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (2/11).
Berbagai investasi atas riset dan pengembangan dapat dilakukan untuk menciptakan produk minyak kelapa sawit yang dapat memberikan kontribusi terhadap biofuel generasi kedua berkelanjutan.
Selain itu, Enggar menambahkan, juga perlu dilakukan pengembangan riset atas dampak minyak kelapa sawit terhadap kesehatan dan bioavtur. Ia mengajak pelaku usaha kelapa sawit untuk berpartisipasi secara aktif dalam Kelompok Pengguna Bahan Bakar Aviasi yang berkelanjutan (SAFUG) dan asosiasi organisasi sektor industri kelapa sawit (Roundtable for Sustainable Biofuels/RSB).
"Hal ini penting dilakukan mengingat konsumen kini adalah konsumen terdidik dan memiliki kesadaran tinggi tentang lingkungan hidup, sehingga membutuhkan produk yang lebih sehat, lebih aman, dan ramah lingkungan," ujar Enggar.
Enggar menegaskan, minyak kelapa sawit bukan sekedar produk bagi Indonesia dan dunia. Minyak kelapa sawit telah memiliki peran penting dalam bidang ekonomi termasuk ketersediaan lapangan pekerjaan serta pengentasan kemiskinan.
Namun, Enggar mengakui, seiring perkembangan industri minyak kelapa sawit, kampanye negatif semakin kencang dihembuskan oleh negara-negara maju. Tiga isu utama yang kerap menjadi bahan kampanye negatif tersebut adalah isu kesehatan, lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan.
Untuk itu, investasi yang tidak kalah pentingnya adalah investasi terhadap kampanye positif minyak kelapa sawit. "Para pelaku usaha perlu bersatu dalam menghadapi isu-isu negatif seputar minyak kelapa sawit dengan melakukan kampanye positif," kata Enggar.
Enggar memastikan, pemerintah juga berupaya sebaik mungkin melalui berbagai cara diplomatik untuk menghentikan kampanye negatif tersebut dan untuk menciptakan gambaran yang lebih obyektif tentang minyak kelapa sawit. Salah satunya adalah dengan memprioritaskan bidang minyak kelapa sawit di setiap perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan negara lain.
Tahun lalu, minyak kelapa sawit menyumbang 13,7 persen dari total pendapatan ekspor Indonesia sebesar 168,8 miliar dolar AS dan menjadi sumber penghasilan bagi 5,3 juta pekerja, serta memberikan penghidupan bagi 21 juta orang di Indonesia.