Jumat 02 Nov 2018 07:41 WIB

Harga Minyak Dunia Jatuh karena Permintaan Melemah

Harga minyak juga berada di bawah tekanan akibat perselisihan perdagangan AS-Cina

Ilustrasi harga minyak mentah dunia.
Foto: EPA/Mark
Ilustrasi harga minyak mentah dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak di pasar global jatuh hampir tiga persen pada akhir perdagangan Kamis (1/11) atau Jumat (2/11) pagi WIB. Kejatuhan harga ini karena meningkatnya kekhawatiran bahwa permintaan global melemah saat produksi dari produsen-produsen minyak utama dunia sedang melonjak.

Rekor produksi dari Amerika Serikat dan Rusia pasca-Soviet, bersama dengan langkah peningkatan besar dalam produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), telah mendorong langkah keluar para spekulan. Harga minyak juga berada di bawah tekanan karena kekhawatiran yang berkembang atas kemungkinan perlambatan pertumbuhan global akibat perselisihan perdagangan AS-Cina masih belum terselesaikan, dan mulai memukul ekonomi pasar negara-negara berkembang pada khususnya.

Baca Juga

Harga minyak mentah AS berada 17 persen di bawah posisi tertinggi yang dicapai pada awal Oktober. Analis mengatakan mereka mengantisipasi lebih banyak penjualan dalam beberapa hari mendatang, mencatat minyak tidak dapat memanfaatkan pelemahan dolar AS pada Kamis (1/11), juga tidak memperoleh manfaat dari rebound di pasar ekuitas.

"Para penjual tampaknya bertanggung jawab," kata Gene McGillian, wakil presiden riset pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut.

Minyak mentah Brent berjangka ditutup turun 2,15 dolar AS atau 2,9 persen, menjadi 72,89 dolar AS per barel. Sementara minyak mentah AS atau West Texas Intermediate (WTI) kehilangan 1,62 dolar AS atau 2,5 persen, pada 63,69 dolar AS per barel, penutupan terendah sejak 9 April.

Penurunan berakselerasi pada Kamis (1/11) setelah minyak AS berjangka menembus 65 dolar AS, yang telah berfungsi sebagai level pembelian sepanjang musim semi dan musim panas. Lebih dari 750 juta kontrak berpindah tangan, melebihi rata-rata pergerakan 200 hari sebanyak 576 juta kontrak per hari.

"Ketika kita jatuh kita melihat likuidasi tambahan dari spekulan, dan itu membuat semuanya menghilang," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch & Associates.

Kedua patokan membukukan persentase penurunan bulanan terbesar sejak Juli 2016 pada Oktober, dengan Brent jatuh 8,8 persen untuk bulan tersebut dan minyak mentah AS jatuh hampir 11 persen.

Pada Rabu (31/10), Departemen Energi AS mengatakan keseluruhan produksi minyak mentah AS mencapai rekor 11,35 juta barel per hari pada Agustus, dan diperkirakan akan terus tumbuh.

Sementara itu, Rusia memproduksi 11,41 juta barel per hari, dan sebuah survei Reuters atas produksi OPEC menunjukkan bahwa kelompok ini memproduksi lebih banyak minyak setiap hari sejak 2016.

Banjir minyak yang lua biasa mempertahankan kekhawatiran bahwa pasar tidak akan mampu mengimbangi penurunan lebih lanjut yang diperkirakan dalam ekspor dari Iran, ketika sanksi-sanksi baru AS berlaku minggu depan.

Peningkatan produksi OPEC "telah benar-benar mulai memadatkan kekhawatiran seputar hilangnya barel Iran," kata Tradition's McGillian.

Sektor manufaktur Cina pada Oktober berkembang pada laju terlemahnya dalam lebih dari dua tahun, terpukul oleh permintaan domestik dan eksternal yang melambat, sebagai tanda keretakan mendalam dalam ekonomi dari perang dagang dengan Amerika Serikat.

"Investor minyak sekarang bertaruh pada potensi perlambatan global," kata Bruce Xue, seorang analis Huatai Great Wall Capital Management.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement