Senin 29 Oct 2018 23:19 WIB

DJPPR: Pinjaman Bencana Alam Serupa Pinjaman Darurat

Jika pinjaman tidak ditarik maka tidak menjadi utang baru bagi pemerintah Indonesia

Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan
Foto: www.kemenkeu.go.id
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meminta masyarakat tidak mengkhawatirkan atau mencurigai secara berlebihan terhadap tawaran pinjaman bagi bencana alam senilai hingga 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 15 triliun dari World Bank (Bank Dunia). Direktur Pinjaman dan Hibah, Direktorat Jenderal Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Scenaider Siahaan mengatakan pinjaman jangka panjang tersebut serupa dengan pinjaman darurat yang digunakan sebagai pelengkap saja dan ditarik jika benar-benar dibutuhkan.

“Bentuk pinjamannya namanya Catastrophic Deffered Drawdown Option (Cat DDO). Jadi sifatnya standby loan yang ditarik ketika trigger atau pemicu itu terpenuhi yakni saat bencana alam terjadi. Jadi bisa ditarik ketika triggernya terpenuhi,” kata Scenaider dalam rilisnya, Senin (29/10).

Bahkan, lanjutnya, meski terjadi bencana sekalipun tidak serta merta pinjaman tersebut harus diambil. Karena pemerintah menilai kas negara masih mampu menanggung ketersediaan dana akibat musibah bencana alam.

“Sekali lagi, sifat pinjaman ini serupa pinjaman darurat. Tidak menggunakan jaminan. Jika pinjaman tidak ditarik maka tidak menjadi utang baru bagi pemerintah Indonesia. Jadi tawaran pinjaman World Bank itu bukan komitmen utang baru,” tegas Schneider.

Kementerian Keuangan menegaskan ajang Pertemuan Tahunan IMF-World Bank di Nusa Dua, Bali yang sukses digelar beberapa waktu lalu tidak menghasilkan satu pun komitmen pinjaman baru bagi Indonesia. Tawaran pinjaman saat terjadi bencana alam bagi Indonesia menjadi perbincangan setelah disampaikan oleh CEO World Bank Kristalina Georgieva pada Pertemuan Tahunan IMF-World Bank.

Tawaran pinjaman diberikan untuk membantu pemulihan dan rekonstruksi daerah yang terdampak bencana alam, termasuk bagi korban gempa di Lombong dan tsunami di Sulawesi Tengah. Bantuan pinjaman akan dicairkan sesuai permintaan pemerintah Indonesia.

Bantuan pendanaan itu juga melengkapi hibah yang sebelumnya diberikan senilai 5 juta dolar AS atau sekitar Rp 75 miliar untuk asistensi teknis dalam perencanaan terperinci untuk menjamin pemulihan pasca rekonstruksi dan melibatkan masyarakat. Paket bantuan tersebut dapat mencakup dana transfer tunai (cash transfer) ke 150 ribu keluarga termiskin yang terdampak selama enam bulan hingga setahun.

Di samping itu, penguatan sistem perlindungan sosial juga dirancang untuk mendukung perekonomian lokal dan penyerapan tenaga kerja selama fase pemulihan. Lebih jauh, bantuan juga diberikan untuk menghindari kerusakan jangka panjang pada sumber daya manusia maupun program pemulihan darurat baru untuk membiayai pembangunan kembali fasilitas publik dan aset infrastruktur penting, seperti rumah sakit, sekolah, jembatan, jalan tol, dan infrastruktur untuk pasokan air.

Bantuan pinjaman ini juga dapat memperkuat upaya pengawasan dan sistem peringatan dini dan membantu pembiayaan untuk rekonstruksi perumahan serta infrastruktur dan fasilitas di lingkungan tempat tinggal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement