REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menggandeng Balai Latihan Kerja (BLK) Kota Padang memberikan pelatihan peracikan dan penyajian kopi untuk 50 orang dari berbagai daerah di Sumbar. Mereka disiapkan pemerintah untuk menjadi barista profesional yang siap bekerja di 'warung kopi' atau kafe, baik di dalam atau luar provinsi.
Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit menilai bahwa industri kopi, dari sektor hulu ke hilir, memiliki peran penting untuk menekan angka pengangguran. Di hulu, perkebunan kopi mampu menyerap tenaga kerja untuk mengolah tanaman kopi berkualitas. Sedangkan di hilir, keberadaan warung kopi dan kafe yang mulai menjamur di kota-kota besar ikut menyerap tenaga kerja seperti barista.
"Jadi ini multiplier effect-nya besar. Pengusaha kafe bisa menyerap tenaga kerja. Sekaligus meningkatkan permintaan kopi dari petani. Permintaan yang naik bisa memperbaiki harga kopi di level petani juga," jelas Nasrul usai membuka Minang Coffee Festival di Balai Latihan Kerja (BLK) Kota Padang, Kamis (25/10).
Nasrul juga berniat menjadikan kopi asli Sumatra Barat, kopi Solok misalnya, sebagai satu cendera mata khas Minangkabau. Nantinya, kopi Solok akan masuk dalam daftar oleh-oleh rekomendasi bagi tamu atau wisatawan yang berkunjung ke Sumatra Barat.
"Sumbar juga belum punya kedai kopi yang besar ya. Sebetulnya ini kami dorong. Jadi kalau ada wisatawan ke Padang, bisa diajak ngopi," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatra Barat Nazrizal menyebutkan, industri hulu kopi masuk dalam sektor informal. Kondisi ini membuat pihaknya belum memiliki data rinci mengenai penyerapan tenaga kerja di sektor ini.
"Namun saya yakin (potensinya) bisa ratusan hingga ribuan orang ya di Sumbar ini. Kan kopi ini dari warung kecil sampai kafe-kafe tersebar banyak," katanya.
Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Sumbar sebelumnya sempat memprediksi harga komoditas kopi akan menanjak di tahun 2018 sebesar 5-10 persen dibanding tahun lalu. Catatan Gapperindo, harga kopi asal Sumbar berjenis arabika sebesar Rp 70 ribu per kg, meningkat dari Rp 60 ribu per kilogram pada 2016.
Sedangkan kopi jenis robusta dipatok di harga Rp 35 ribu per kg atau naik sekira 5-10 persen dibandingkan 2016. Tren kenaikan harga kopi ini diyakini akan terus berlanjut hingga 2018 ini, sejalan dengan ekspansi pasar oleh pemain merek dagang kedai kopi skala global dan pengusaha kopi lokal.