REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diputus pailitnya Produsen teh PT Sariwangi Agricultural Estates Agency (Sariwangi AEA) nyatanya tak membuat teh sariwangi yang terlanjur dicintai pasar akan menghilang di pasaran. Unilever sebagai pemilik brand Sariwangi menyatakan akan tetap memproduksi teh dengan brand tersebut sehingga masyarakat tidak akan kehilangan teh yang selama ini dianggap sebagai pelopor teh celup di Tanah Air itu.
Fenomena ini setidaknya menunjukkan betapa pentingnya sebuah brand melebihi pabrik yang memproduksi barang yang dilekati brand tersebut. Blog bisnis terbaik Strategi+Bisnis bahkan mengungkapkan bahwa brand lebih utama ketimbang pabrik. Sebagaimana misalnya Coca Cola atau Aqua yang bahkan lebih mahal daripada harga ribuan mesin pabrikasinya.
Oleh karena itu, pabrik Sariwangi boleh saja pailit dan berhenti berproduksi, namun brand Sariwangi akan tetap terjaga baik di bawah naungan pemilik brandnya. Unilever bahkan dengan tegas mendeklarasikan bahwa PT Sariwangi AEA dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung yang diputus pailit dan merupakan produsen teh tersebut sebagai bukan dari bagian ataupun anak dari PT Unilever Indonesia Tbk.
Usai berhentinya produk perusahaan tersebut akibat pailit, barangkali memang bukan persoalan yang sulit bagi Unilever untuk mencari pemasok baru. Meski sampai saat ini masih tetap dianggap legendaris, utang perusahaan yang selama ini memproduksi teh celup Sariwangi mencapai lebih dari Rp 1 triliun hingga tak sanggup membayar.
Perusahaan itu boleh jadi telah salah langkah atau salah menerapkan strategi dalam mengelola produksi perkebunannya sehingga pada akhirnya kolaps dan terlilit utang. Padahal jika ditilik dari aspek pemasaran sejatinya masih prospektif. Kesalahan prediksi bisnis melalui investasi yang kurang tepat sasaran boleh jadi menjadi penyebab utama produsen teh Sariwangi pada akhirnya pailit.
Mengelola Brand
Sariwangi setidaknya telah memberikan satu pelajaran penting dalam dunia bisnis bahwa mengelola sebuah brand memang amatlah penting. Brand menjadi salah satu kunci sukses bisnis bahkan yang paling penting.
Seorang akademisi dan praktisi di bidang pemasaran Dion Dewa Barata menegaskan mengelola suatu brand itu sangat penting. Terlebih, kata dia, dalam kondisi persaingan yang sangat dinamis seperti sekarang ini di mana brand beserta seluruh warisan yang melekat padanya menjadi salah satu potensi yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi keunggulan daya saing.
Dalam hal ini mengelola brand bukan hanya tentang sisi pemasarannya saja, tetapi bagaimana brand tersebut dapat menjadi bagian dari customer story melalui produk yang berkualitas, pengalaman yang berkesan, dan relasi yang personal.
Doktor lulusan Universitas Indonesia yang berfokus pada bidang pemasaran itu mencontohkan Sariwangi adalah brand dengan warisan yang sangat baik dan melekat dalam hati konsumen. 'Relationship' yang dimiliki brand Sariwangi dengan konsumen sudah sedemikian erat sehingga kabar tentang gulung tikarnya Sariwangi menarik perhatian dari masyarakat dan menjadi bagian dari "masalah" bersama yang diperbincangkan secara hangat.
Dalam kasus tersebut, Dekan Fakultas Humaniora dan Bisnis Universitas Pembangunan Jaya tersebut juga menekankan pemilik brand, yakni Unilever dituntut untuk pandai-pandai menjalankan strateginya dalam mengelola brand tersebut mengingat demikian tingginya ikatan emosional konsumen. Pemilik brand perlu memperhatikan potensi besar dari brand walaupun tetap harus juga memperhatikan sisi profit atau loss-nya.
Brand vs Aset
Pelaku usaha pada masa lalu barangkali akan lebih mementingkan kepemilikan aset yang besar ketimbang mengembangkan brand. Namun lain dulu lain sekarang ketika era di mana harga sebuah brand bahkan sanggup melibas kepemilikan aset raksasa hingga mengkapitalisasi perusahaan sampai berlipat-lipat dari nilai intrinsiknya.
Presiden Joko Widodo sendiri misalnya mengalami betapa pentingnya brand dalam kegiatan usaha saat ini. Ia yang pernah bertahun-tahun menjadi pengusaha kayu dan meubel menilai bahwa saat ini tren bisnis sudah berubah. Bukan lagi mengedepankan besarnya aset, melainkan lebih kepada kekuatan brand value.
Pada zamannya, ia mengaku betapa gagahnya memiliki sembilan pabrik namun saat ini berbeda. Bisnis nyatanya tak perlu lagi dengan pabrik yang besar dengan biaya operasi melimpah sebab yang dijual justru adalah brand value sehingga cukup dengan light asset pun keuntungan besar bisa diraup.
Jokowi dalam banyak kesempatan memberikan contoh platform penyedia penginapan, Airbnb. Perusahaan itu tidak mempunyai aset fisik yang besar tidak memiliki bangunan hotel atau penginapan. Namun, platform-nya menyediakan hotel dan penginapan yang berada di penjuru dunia. Airbnb bisa meraup keuntungan besar dari jasa penyediaan akses layanan ke hotel dan penginapan tersebut.
Menurut Presiden, zaman memang sudah berubah dan dunia dihadapkan pada perubahan yang bernama revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan perkembangan teknologi modern. Bahkan, perkembangan teknologi baru itu bisa menciptakan model bisnis yang benar-benar baru dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Tidak melulu Sariwangi, namun itulah pelajaran tentang betapa pentingnya mengembangkan sesuatu yang terkadang tak kasat mata namun menjadi esensi dari seluruh usaha.