Sabtu 20 Oct 2018 17:07 WIB

Kementan: Ekspor Obat Hewan Indonesia Meningkat Signifikan

Nilai ekspor obat hewan sejak 2015 sampai Juni 2018 mencapai Rp 20,16 Triliun

Red: EH Ismail
Direktur Jenderal PKH I Ketut Diarmita saat pertemuan dengan para produsen obat hewan se-Indonesia di kantor pusat Kementerian Pertanian, Jumat (19/10).
Direktur Jenderal PKH I Ketut Diarmita saat pertemuan dengan para produsen obat hewan se-Indonesia di kantor pusat Kementerian Pertanian, Jumat (19/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kurun waktu 3,5 tahun, ekspor obat hewan signifikan mendatangkan devisa negara yang cukup besar. Berdasarkan data Direktorat Jenderal  Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), nilai ekspor obat hewan sejak 2015 sampai dengan Juni 2018 telah mencapai Rp20,16 Triliun.

Direktur Jenderal PKH I Ketut Diarmita menyatakan, ekspor obat hewan asal Indonesia saat ini telah menembus lebih dari 80 negara di dunia yang tersebar di Benua Amerika, Asia, Afrika, Australia, dan Eropa. Obat hewan yang diekspor tersebut ada tiga jenis sediaan, yaitu biologik, farmasetik, dan premiks.

“Saya memberikan apresiasi kepada seluruh produsen obat hewan di Indonesia. Nilai ekspor obat hewan periode Januari hingga Agustus 2018 ini saja sudah meningkat 7,8 persen dari posisi nilai ekspor tahun 2017,” kata I Ketut saat pertemuan dengan para produsen obat hewan se-Indonesia di kantor pusat Kementerian Pertanian, Jumat (19/10).

I Ketut menyatakan, Kementan meyakini ekspor ini masih terus dapat ditingkatkan, baik dari segi volume ekspor, jenis produk maupun tujuan pasar baru negara-negara di luar negeri. Untuk membuka pasar baru, perusahaan harus jeli melihat dan mengatasi hambatan teknis ke negara tujuan, serta menyampaikannya kepada Ditjen PKH.

"Kami akan fasilitasi dalam akselerasi ekspor dengan menjalin harmonisasi persyaratan ekspor dengan berbagai negara tujuan," terang I Ketut.

Upaya untuk Percepatan dan Daya Saing

Saat ini, Ditjen PKH telah membentuk Tim Percepatan Ekspor komoditas bidang peternakan dan kesehatan hewan, termasuk obat hewan untuk membantu pelaku usaha dalam mengatasi berbagai kendala. Selain itu, I Ketut menjelaskan, pihaknya telah menerbitkan Surat Edaran kepada pimpinan perusahaan ekspor obat hewan dan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) bahwa obat hewan produksi dalam negeri yang didaftarkan untuk orientasi ekspor, akan mendapat prioritas dalam proses penerbitan SK Nomor Pendaftarannya, dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku.

"Ditjen PKH juga sedang melakukan pemutakhiran Peraturan Menteri Pertanian tentang Pendaftaran Obat Hewan, sehingga diharapkan penerbitan nomor pendaftaran obat hewan dapat diterbitkan dalam waktu yang lebih cepat dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis terkait mutu, khasiat dan keamanan obat hewan," kata I Ketut.

I Ketut menyampaikan, di era pelarangan penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promoter) seperti saat ini, sangat diperlukan inovasi-inovasi baru di bidang obat maupun pakan ternak, dengan cara membuat pilot-pilot project pembuatan pakan yang melibatkan para ahli dari perguruan tinggi. “Tingkatkan produksi dan kualitas obat hewan, serta buat bagaimana agar dapat berdaya saing,” ucap I Ketut.

Untuk meningkatkan daya saing, Kementan mendorong para produsen obat hewan untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB). Penerapan CPOHB, pendaftaran obat hewan dan pengujian mutu obat hewan merupakan penjaminan terhadap mutu, khasiat dan keamanan obat hewan.

Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM) Christina Agustin pada acara tersebut mengatakan, pihaknya telah memberikan fasilitasi kemitraan produksi dan pemasaran bagi usaha obat hewan skala kecil maupun menengah. Selain itu, Kementerian KUKM juga dapat memberikan pendampingan/pelatihan vocational bagi produsen obat hewan skala menengah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement