Selasa 16 Oct 2018 21:25 WIB

Konsumsi Tinggi, Industri Fesyen Muslim RI Malah Tertinggal

Indonesia berada di luar 10 besar negara yang mengembangkan fesyen muslim

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih saat diwawancarai Republika.
Foto: Republika/Prayogi
Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih saat diwawancarai Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jendral Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih menyebutkan, kegiatan penelitian dan pengembangan terkait fesyen muslim Indonesia belum menjadi prioritas. Hal ini yang menyebabkan Indonesia berada di luar 10 besar negara yang melakukan pengembangan fesyen Muslim dengan baik menurut State of The Global Islamic Economic 2017-2018.

Dari beberapa negara, Uni Emirat Arab (UEA) menjadi negara dengan pengembangan fesyen Muslim termaju yang diikuti Turki dan Italia. Singapura dan Prancis turut masuk dalam posisi keempat dan kelima.

"Mereka bukan negara dominan Muslim tapi bisa maju. Penyebabnya, kerja mereka bagus dengan produktivitas yang tinggi," tutur Gati ketika ditemui di Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Roadmap Pengemangan IKM Fashion Muslim di Jakarta, Selasa (16/10).

Gati menambahkan, kondisi tersebut disayangkan mengingat konsumsi fesyen muslim di Indonesia yang tinggi, yakni mencapai 13,5 miliar dolar AS. Total tersebut merupakan lima persen dari konsumsi fesyen muslim dunia yang menyentuh angka 254 miliar dolar AS. Pencapaian tersebut membuat Indonesia menjadi lima besar konsumen fesyen Muslim dunia setelah Turki, UEA, Nigeria dan Arab Saudi.

Gati berharap adanya keterlibatan institusi lain terkait penelitian dan pengembangan ini. Apalagi, teknologi saat ini sudah berkembang dan pelaku cenderung adaptif. "Pemerintah pun melaunching industri 4.0 untuk menunjang produktivitas dan sumber daya manusia harus siap," ujarnya.

Selain untuk memenuhi kebutuhan domestik, Gati mengatakan, fokus terhadap penelitian dan pengembangan industri fesyen Muslim akan mampu meningkatkan ekspor. Saat ini, Indonesia masuk dalam tiga besar negara eksportir fesyen anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dengan nilai 12,23 miliar dolar AS. Bangladesh masih berada di posisi pertama dengan nilai 33,73 dolar AS dan Turki dengan 12,76 dolar AS.

Akan tetapi, untuk eksportir utama ke negara-negara anggota OKI, Indoneisa masih berada di urutan ke-10 dengan nilai 366 juta dolar AS. Negara yang berada di peringkat tiga besar adalah Cina (9 juta dolar AS, Turki (2,2 juta dolar AS) dan India (2,2 juta dolar AS).  "Kita juga masih kalah dari Vietnam dan Kamboja," ujar Gati.

Menurut Gati, salah satu solusi tepat untuk mengantisipasi permasalahan kelambatan pengembangan industri fesyen Muslim di Indonesia adalah membentuk sebuah ekosistem dengan mengoptimalkan supply chain. Mulai dari bahan baku, sumber daya manusia, produksi, branding dan pemasaran serta inovasi dan diferensiasi dari produk menjadi bagian dari ekosistem ini.

Untuk itu, pemerintah melalui Kemenperin berinisiasi membantu road map atau peta jalan pengembangan industri fesyen Muslim yang rencana dirilis pada tahun ini. Kemenperin turut mengundang kementerian/ lembaga bersama para pemangku kepentingan lain seperti asosiasi desainer untuk terlibat dalam membuat struktur peta jalan melalui FGD.

Gati berharap, melalui FGD, akan tersusun rencana aksi dan program konkret akan komitmen semua pihak dalam mengembangkan indusri fesyen muslim yang terintegrasi. "Sehingga, pada 2020, Indonesia bisa menjadi kiblat fesyen muslim dunia seperti yang diharapkan pelaku industri dan pemerintah," ucapnya.

Selain pengembangan dan penelitian yang tertinggal, Direktur IKM Kimia, Sandang, Aneka dan Kerajinan E Ratna Utarianingrum mengatakan, dibutuhkan pengembangan terintegrasi terhadap empat aspek. Upstream yang menyangkut ketersediaan dan akses bahan baku; produksi terkait standarisasi, teknologi serta desain; branding dan market.

Empat aspek tersebut tertuang alam peta jalan industri fesyen Muslim. Ratna mengatakan, penguatan teknologi dan pemanfaatan teknologi serta penguatan SDM dan infrastruktur pendidikan menjadi fokus di tahun ini. Sementara itu, pada 2019, penguatan lembaga riset, desain dan inovasi serta penguatan industri dan bisnis menjadi prioritas selanjutnya.

Selain itu, penguatan lembaga keuangan dan penguatan saluran distribusi serta pasar menjadi target hingga 2020. Bersamaan dengan itu, pemerintah memberikan dukungan iklim usaha dan iklim investasi yang pro bisnis. "Sampai akhirnya, Indonesia menjadi kiblat busana Muslim dunia," ujar Ratna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement