Selasa 16 Oct 2018 04:07 WIB

Kemarau Panjang Ancam Produksi Pangan?

Mentan Amran Sulaiman membantah hal itu. "Sekarang hujan bagaimana bisa el ninonya?"

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Budi Raharjo
Petani mencangkul diantara padi yang baru ditanam berumur tiga minggu di sawah yang mengering Desa Lingga Jaya, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (28/8). Memasuki musim kemarau sejumlah area persawahan di Tasikmalaya sudah mulai mengering dan sulit mendapatkan pasokan air, serta terancam gagal panen.
Foto: Antara/Feri Purnama
Petani menunjukkan kondisi tanah sawah padi berusia 30 hari yang mengalami gagal tanam akibat musim kemarau.

Persoalan Irigasi

Meski menyangkal adanya el nino, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengaku telah mengambil sikap waspada sejak tiga tahun lalu. Mitigasi yang dilakukan bukan lagi secara mendadak saat el nino terjadi.

Antisipasi yang dilakukan demi menjaga produksi pangan saat el  nino adalah dengan membangun embung, mengoptimalkan sungai-sungai, pompanisasi, pembangunan long storage/serta membangun small dam.

Ia melanjutkan, pihaknya bersama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun3,4 juta irigasi tersier. Irigasi tersebut merupakan proyek pembangunan baru maupun merevitalisasi yang selama ini terbengkalai. "Kerusakan ini 25 tahun tapi diselesaikan 1,5 tahun," ujar dia.

Sebaliknya, Andi Syahid Muttaqin dari Fakultas Pertanian UGM menyebut, hingga 2014, luas lahan pertanian yang memiliki sumber air dari irigasi hanya sekitar 797,97 ribu hektare. Angka ini hanya 11 persen dari total lahan pertanian di Indonesia yang mencapai 7,23 juta hektare. Bahkan hingga 2019, diproyeksikan luasan lahan pertanian yang bisa teraliri air dari irigasi hanya 20 persen dari total luas lahan pertanian nasional.

Padahal menurut Heri, irigasi menjadi salah satu infrastruktur utama dalam pembangunan pertanian, khususnya untuk tanaman pangan yang memiliki beberapa masa tanam dan panen dalam setahun. Sebab sangat mungkin, masa tanam tiba ketika bukan musim penghujan.

"Jadi memang posisi irigasi stand by bisa digunakan setiap saat. Tapi kalau cuma 20 persen adanya, ini bisa menganggu produktivitas," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Serealia, Ditjen Tanaman Pangan, Kementan Bambang Sugiharto beralasan, ini karena rata-rata lahan sawah di Indonesia memiliki sumber airnya sendiri tanpa harus bergantung kepada sistem irigasi. "Itu kan hanya sistem pengairannya saja," kata dia.

Mengenai kemarau panjang yang telah menyebabkan banyak kekeringan di berbagai wilayah, ia pun menegaskan, hal ini tidak akan membuat produktivitas tanaman pangan, khususnya padi menjadi berkurang drastis. "Kalau mengganggu produksi, ya mungkin sedikit, tapi tidak mengganggu kecukupan pangan kita," ungkap Bambang.

Apalagi menurutnya, kekeringan karena kemarau lebih banyak terjadi di Pulau Jawa. Sementara itu, kawasan utara Khatulistiwa seperti Sumatra masih aman. Bahkan daerah tersebut sudah memasuki musim penghujan.

"Di kawasan utara Khatulistiwa, musim hujannya berkebalikan dengan di Jawa. Meskipun kekeringan di Jawa nih, di Aceh banjir, Sumatra Utara banjir," ujarnya.

Untuk diketahui, prediksi produksi padi pada tahun ini sebesar 83 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) setara 48 juta ton beras dari luas panen 15,95 juta hektare. Sementara konsumsi beras tahun 2018 sebesar 30 juta ton.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement