Jumat 12 Oct 2018 13:27 WIB

Nilai Ekspor Cina Naik 14,5 Persen

Nilai ekspor tetap tinggi di tengah perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Bendera Cina. Ilustrasi.
Foto: Reuters
Bendera Cina. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Ekspor Cina mengalami peningkatan, sementara impor tetap kuat. Pencapaian ini berkat permintaan dalam dan luar negeri yang kuat meski hubungannya dengan Amerika Serikat (AS) terus memburuk.

Dilansir Reuters, Jumat (12/10), nilai ekspor Cina pada September naik 14,5 persen dibanding dengan tahun sebelumnya. Angka tersebut jauh melebihi ekspektasi di tengah penerapan tarif oleh AS dan tanda-tanda mengurangnya pesanan ekspor untuk perusahaan Cina.

Hasil analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan, pengiriman dari negara eksportir terbesar dunia tersebut akan naik 8,9 persen pada September dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut melambat dari 9,8 persen di bulan Agustus.

Sementara itu, impor juga mengalami pertumbuhan 14,3 persen, meleset sedikit dari perkiraan. Analis memprediksi, impor bisa naik 15 persen, turun empat persen dari Agustus yang mencapai 19,9 persen.

Perhitungan analis juga meleset dalam memperkirakan surplus perdagangan Cina. Analis memprediksi nilai perdagangan Cina hanya 19,4 miliar dolar AS pada September, menyusut dari 27,8 miliar dolar AS. Kenyataanya, negeri panda ini membukukan surplus perdagangan yang besar, yakni 31,69 miliar dolar AS pada September.

Ekspor Cina mengalami pertumbuhan dengan kuat sepanjang tahun di tengah meningkatkanya tarif dan ketidakpastian atas hubungan dengan AS. Tapi, ekonom dari Capital Economics, Evan Pritchard, pesimistis, kondisi ini bisa terus terjadi pada kuartal berikutnya mengingat hubungan Cina dengan AS yang terus memburuk.

"Ekspor Cina tampaknya akan melemah pada kuartal mendatang ketika pertumbuhan global melambat. Tarif AS juga akan menjadi hambatan, meski front loading oleh importir AS menunjukkan, sebagian besar dampaknya tidak akan dirasakan sampai tahun depan," ujar Fritchard, dilansir di Bloomberg.

Beijing dan Washington memberlakukan tarif lebih pada satu sama lain sejak bulan lalu. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda kedua pihak akan meredam konflik.

Juru bicara administrasi bea cukai mengatakan, pertumbuhan perdagangan dapat melambat pada kuartal keempat. Alat pengukur aktivitas ekonomi lainnya telah menunjukkan perlambatan terseut. Para pembuat kebijakan telah meluncurkan langkah-langkah mendukung ekonomi domestik, termasuk kebijakan moneter yang lebih longgar dan lebih banyak stimulus fiskal.

"Kami memperkirakan, dampak dari tarif AS yang lebih tinggi terhadap total impor Cina senilai 250 miliar dolar AS akan mengurangi 0,6 poin persentase dari pertumbuhan PDB Cina. Ini terjadi dengan asumsi, hal lain berjalan sama," tulis ekonom Standard Chartered Plc baru baru ini.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement